Senin 30 Jun 2014 18:38 WIB

Cegah Penyelundupan, Perajin Rotan Tuntut Realisasi Resi Gudang

Rep: Lilis Handayani/ Red: Asep K Nur Zaman
Barang bukti penyelundupan rotan (Republika/Prayogi)
Barang bukti penyelundupan rotan (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID,CIREBON – Para perajin mebel rotan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mendesak pemerintah segera merealisasikan resi gudang bagi komoditas rotan. Sistem resi gudang diharapkan dapat mengurangi penyelundupan bahan baku rotan ke luar negeri. 

Ketua Masyarakat Pekerja Pengrajin Rotan Seluruh Indonesia (MPPRSI), Badrudin, menjelaskan, penerapan system resi gudang bagi komoditas rotan itu telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 37 Tahun 2011 tentang Barang yang Dapat Disimpan di Gudang Dalam Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang. Dalam aturan itu, rotan termasuk dalam sistem resi gudang bersama gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, dan rumput laut.

‘’Tapi sejak aturan itu diterbitkan hingga sekarang, sistem resi gudang untuk rotan belum berjalan,’’ ungkap Badrudin, Senin (30/6).

Dia menilai, penerapan sistem resi gudang dapat memberikan keuntungan bagi derah penghasil rotan maupun perajin mebel rotan. Dengan sistem resi gudang, maka kelebihan bahan baku rotan di daerah penghasil, seperti Sulawesi dan Kalimantan, dapat dikuasai pemerintah.

‘’Jadi tidak ada penguasaan bahan baku rotan oleh segelintir orang,’’ kata Badrudin.

Selain itu, lanjut Badrudin, penerapan sistem resi gudang dapat membuat harga bahan baku rotan menjadi stabil. Dia menilai, ketidakstabilan harga bahan baku rotan menjadi salah satu penyebab terjadinya penyelundupan bahan baku rotan ke luar negeri.

Itu berarti, kata Badrudin, dengan penerapan sistem resi gudang, maka penyelundupan bahan baku rotan ke luar negeri dapat dikurangi. Dampaknya, ‘permainan’ dalam pendistribusian bahan baku rotan dari daerah penghasil ke daerah produsen meubel, dapat dihilangkan.

‘’Bahan baku rotan sebenarnya banyak. Tapi untuk memperolehnya, gampang-gampang susah karena adanya ‘permainan’ di sana (daerah penghasil bahan baku rotan),’’ terang Badrudin.

Badrudin menjelaskan, untuk membuat satu buah produk meubel rotan seperti misalnya kursi, dibutuhkan beberapa jenis bahan baku rotan.  Jika  kurang satu jenis rotan, maka kursi rotan itu tidak akan jadi.

Selama ini, akibat ‘permainan’ tersebut, berbagai jenis bahan baku rotan untuk membuat kursi rotan tidak bisa diperoleh secara keseluruhan. Para pengrajin biasanya kekurangan satu atau dua jenis bahan baku rotan sehingga kursi rotan tidak bisa diproduksi secara alami.

‘’Untuk menyiasatinya, akhirnya kami gunakan rotan sintetis plastik,’’ tutur Badrudin.

Dia berharap, masalah seputar bahan baku rotan bisa segera diatasi. Dengan demikian, bisa mendukung semakin majunya ekspor meubel rotan dari Indonesia.

Badrudin mengungkapkan, Indonesia pernah merajai pasar mebel rotan di luar negeri sebelum 2005. Namun, saat pemerintah membuka keran ekspor bahan baku rotan pada 2005, kondisi itu langsung berbalik 180 derajat karena pasar dunia produk meubel rotan direbut Cina.

Pemerintah kemudian menutup kembali ekspor bahan baku rotan dengan terbitnya Permendag No 35/2011 tentang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan. Kondisi itu membuat kejayaan meubel rotan Indonesia kembali bangkit.

Badrudin menyebutkan, saat ini ekspor meubel rotan dari Cirebon telah mencapai sekitar 1.300 kontainer per bulan. Jumlah itu jauh lebih tinggi dibandingkan saat ekspor bahan baku rotan diizinkan, yakni sekitar 500 – 800 kontainer per bulan.

Badrudin mengakui, pencapaian eskpor mebel rotan dari Cirebon masih belum seperti masa kejayaan sebelum 2005 yang mencapai 4.000 kontainer per bulan. Namun, dia optimistis volume ekspor itu akan terus meningkat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement