REPUBLIKA.CO.ID, RAJA AMPAT -- Uang, baik dalam pecahan kecil maupun besar, di Papua banyak yang rusak. Bahkan banyak yang robek dan hilang sebagian. Kenapa demikian?
Kepala Cabang PT BPD Papua cabang Waisai, Asromy, mengatakan, hal itu disebabkan oleh kebiasaan masyarakat Papua. "Ada orang yang menyimpan uang di koteka. Dibuntel-buntel dimasukan. Itu sudah kebiasaan," ujar Asromy di Waisai, Raja Ampat, Sabtu (21/6). Menurut dia, hal tersebut banyak terjadi di pedalaman, seperti di Wamena.
Di Waisai pun banyak uang lusuh, terlebih uang pecahan kecil. Ia mengatakan, itu karena di Waisai banyak toko ritel. Transaksinya kebanyakan memakai uang kecil. Karena sering berpindah tangan, uang tersebut menjadi cepat rusak.
Asromy biasanya menukarkan uang rusak tersebut kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) di Sorong. Namun, biayanya mahal. Sehingga ia merasa tertolong dengan adanya kegiatan Bhakti Kesejahteraan Rakyat (Bhakesra). Dalam kegiatan tersebut, BI menukarkan uang rusak dengan uang baru.
Asromy mengatakan, setiap tahunnya ia biasanya menukarkan uang rusak sebanyak Rp 200 juta. Jumlah tersebut menurun dari tahun ke tahun. "Sekarang masyarakat sudah tahu bank. Banknya juga suka mengajarkan kalau mereka mau nyetor," ujarnya.