REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Meiliani Fauziah
Satu lagi kabar negatif bagi produksi pangan nasional. Negeri agraris ini didera impor pangan dan kali ini impor susu. Persentase impor susu sungguh menyesakkan.
Data Kementerian Pertanian (Kementan), ketergantungan terhadap susu impor mencapai 70 persen. Tingginya persentase impor susu tersebut diakibatkan rendahnya produktivitas susu lokal.
Kebutuhan susu industri pengolahan susu (IPS) mecapai enam juta liter per hari. Sedangkan, produksi susu nasional hanya 1,5 juta liter per hari. "Kurangnya masih banyak," ujar Direktur Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementan Jamil Musanif di Jakarta, Jumat (23/5).
Bukan hanya produksi susu yang rendah. Konsumsi susu masyarakat Indonesia per kapita juga rendah, hanya sekitar 11,1 kilogram (kg) per kapita per tahun. Bandingkan dengan konsumsi susu Malaysia, yakni 36,2 kg per tahun. Warga Thailand mencapai 22,2 kg per tahun dan Filipina sebanyak 17,8 kg per tahun.
Agar produksi meningkat, Kementan akan mengupayakan peningkatan produksi agar bisa bersaing dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Filipina. Rendahnya produksi susu ini mengancam posisi Indonesia dalam persaingan pasar bebas dalam ajang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015. Sedangkan, untuk meningkatkan konsumsi susu per kapita, akan diupayakan meningkat hingga 30 liter per orang per tahun pada 2025. "Kalau produksinya tidak berlipat ganda, jumlah impor susu bisa makin besar," kata Jamil.
Data Kementan itu diakui produsen susu nasional. Perusahaan susu, Cimory, menyatakan ketersediaan susu segar dalam negeri makin menipis. Masyarakat harus bersaing mendapatkan susu segar dengan pelaku industri yang juga mencari bahan baku produk olahan susu.
Chief Executive Officer (CEO) Group of Company Cimory Bambang Sutantio menekankan pihaknya mulai kesulitan mencari bahan baku dari mitra peternak sapi perah. Susu segar kini banyak diminati industri pengolahan susu (IPS). "Ini karena dolar AS menguat," kata dia, ditemui Republika, di Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Jumat (23/5).
Karena itu, perusahaan lokal terpaksa mengimpor susu. Susu impor dibutuhkan industri berbasis susu untuk menciptakan berbagai produk. Kini, ketika harga susu impor naik, IPS mulai melirik produsen susu segar.
Selama ini, Cimory memberikan jaminan harga kepada mitra peternak. IPS, menurut Bambang, juga tak ragu menawarkan harga yang tinggi. Cimory membeli susu segar peternak dengan harga Rp 5.800 per liter.
Sejak awal, tegas dia, Cimory berkomitmen membeli susu lebih tinggi 10 persen di atas harga eceran tertinggi (HET). "Kami harus beli di atas harga penawaran IPS agar peternak mau terus mengembangkan sapi perah," terang Bambang.
HET dari IPS sekitar Rp 4.000 per liter. Sebelum dolar AS menguat, harga ini mampu menutupi biaya operasional yang dikeluarkan peternak. Namun, kini peternak meminta HET dinaikkan.
Kepala Seksi Sapi dan Kerbau Perah Direktorat Budi Daya Ternak Kementan Iqbal Alim mengatakan, Indonesia sempat kekurangan jumlah sapi perah dalam kurun waktu 2012 sampai akhir 2013. Peternak banyak yang menjual betina produktif miliknya karena harga daging tinggi. "Lebih menguntungkan jual daging karena susu segar dihargai rendah," kata dia.
Pemerintah lalu mencoba membangun lebih banyak kemitraan dengan peternak. Pola ini diharapkan dapat mengembalikan gairah beternak sapi perah. n ed: zaky al hamzah