Kamis 15 May 2014 00:31 WIB

Kemenkeu: Pengendalian Belanja Akan Dilakukan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani memastikan adanya pemangkasan belanja pemerintah pada 2014 untuk menjaga defisit anggaran tidak melebihi 2,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

"Pengendalian belanja akan dilakukan dan dimungkinkan di 2014, arahnya kita efisiensi belanja barang dan bantuan sosial, plus belanja pegawai kalau dimungkinkan," kata Askolani di Jakarta, Rabu (15/5) malam.

Askolani mengatakan efisiensi belanja tersebut telah diupayakan untuk masuk dalam RAPBN-Perubahan, dan saat ini penghitungan sedang dilakukan dengan mempertimbangkan sejumlah perubahan asumsi makro.

"Dari perubahan asumsi yang pokok, kami akan menghitung ulang dampaknya ke penerimaan baik pajak maupun bea cukai maupun penerimaan negara bukan pajak atau PNBP. Kami juga mengecek ulang belanjanya misalnya subsidi. Ini akan menentukan postur defisit," ujarnya.

Ia mengatakan pemangkasan belanja dapat dilakukan mulai dari instrumen honor pegawai, perjalanan dinas serta bantuan sosial umum, yang pemotongannya dilakukan berdasarkan arahan dari Kemenkeu.

"Kami beri masing-masing kementerian-lembaga target mana saja yang bisa dihemat. Kami beri 'guidance' karena kita tidak bisa sepihak dari atas, mana yang bisa dihemat itu yang tahu kementerian-lembaga masing-masing," ujar Askolani.

Selain itu, untuk menjaga belanja subsidi energi agar tidak melewati pagu yang telah ditetapkan dan pemanfaatannya efektif dan tepat sasaran, pemerintah memastikan akan melanjutkan program pengendalian bahan bakar miyak (BBM) bersubsidi.

Defisit anggaran dipastikan melebar dari target yang ditetapkan dalam APBN sebesar 1,69 persen terhadap PDB, karena penerimaan pajak diprediksi tidak mencapai target dan belanja subsidi diperkirakan melampaui pagu.

Penerimaan pajak tidak mencapai target karena asumsi pertumbuhan ekonomi dipastikan mengalami revisi turun dari 6,0 persen menjadi 5,5 persen dalam RAPBN-Perubahan, akibat kondisi global yang belum membaik.

Sedangkan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan lifting minyak yang selalu berfluktuasi hingga akhir tahun, selalu berpotensi menyebabkan belanja subsidi BBM melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement