REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dinilai membutuhkan suku bunga rendah. Hal tersebut diperlukan untuk meningkatkan kompetensi domestik. Namun, saat ini masyarakat belum dapat menikmati suku bunga rendah karena beberapa hal.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo setuju bahwa Indonesia memang memerlukan suku bunga rendah karena memungkinkan Indonesia semakin kompetitif. "Tak ada insan di Indonesia yang menghendaki bunga tinggi, tetapi apabila ditelusuri ada dua hal yang membuat Indonesia bunganya masuh harus tinggi," ujar Agus dalam Peluncuran Mandiri Institute, Senin (12/5).
Hal pertama yang membuat tingginya suku bunga, menurut dia, adalah inflasi. Inflasi tahunan per April tercatat 7,25 persen. Agus mengatakan, untuk menurunkan inflasi, hal yang harus diperhatikan adalah unsurnya, seperti pengelolaan energi. "Indonesia memberikan subsidi BBM dan listrik dalam jumlah besar. Setiap pengelolaan fiskal tertekan karena subsidi, Pemerintah menaikan BBM sehingga tekanan inflasi tinggi," ujar Agus.
Oleh karena itu, Pemerintah diminta mengendalikan pengelolaan energi yang lebih baik, mulai dari produksi, kapasitas dan subsidi. Agus mengatakan, subsidi harus diperbaiki jika telah melebihi 20 persen dari fiskal.
Hal kedua yang menyebabkan tingginya inflasi adalah kurang dalamnya pasar keuangan. Agus mengatakan, pendalaman pasar keuangan adalah kunci untuk mendapatkan suku bunga rendah.
Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan mengatakan, bunga rendah diperlukan untuk meraih inklusi keuangan. "Suku bunga terpaksa naik karena berbagai gejolak. Mau tak mau persoalan energi jadi kuncinya," ujar Dahlan.
Menurut dia, saat ini Indonesia berada dalam masa penjajahan BBM. Persoalan BBM akan menjadi masalah Pemerintah jika konversi tidak segera dilakukan. "Konversi ke gas alam mutlak harus dilakukan tak bisa tawar menawar," ujarnya.