REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Adaro Energy Tbk belum mendapatkan persetujuan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) target produksi batubara sebesar 56 juta ton pada 2014.
CFO PT Adaro David Tendian mengatakan, Adaro masih melakukan negosiasi dengan Kementerian ESDM. ''Target produksi 54 sampai 56 juta ton masih proses negosiasi dengan Kementerian ESDM,'' kata dia dalam konferensi pers, Kamis (8/5) siang.
David berkata, kapasitas pabriknya mampu untuk merealisasikan target produksi tersebut. Pasalnya, Adaro penyuplai batubara terbesar untuk tenaga listrik.
Menurut dia, kinerja Adaro sepanjang kuartal satu 2014 meningkat. Peningkatan itu karena keberhasilan efisiensi di semua lini usaha. Perusahaannya optimistis mencapai target. Proyeksi masih sejalan dengan rencana. EBITDA pada tahun ini 750 juta dolar AS sampai dengan 1 miliar dolar AS.
Dia mengungkapkan, dana kas terakhir sebesar 828 juta dolar AS. Pihaknya berencana untuk membayar utang-utang lebih awal dari waktu yang telah ditentukan. Hingga kini, utang Adaro dua miliar dolar AS. Utang-utang tersebut sedang dikaji yang akan dibayar lebih awal.
Menurut David, saat ini Adaro juga masih mengkaji solusi terbaik penyelesaian permasalahan PLTU Batang.
Pada kuartal I Adaro mencatat lonjakan laba bersih hingga 334 persen menjadi 131 juta dolar AS dibanding kuartal yang sama tahun lalu senilai 30 juta dolar AS.
Pendapatan usaha meningkat 14 persen menjadi 845 juta dolar AS dibanding kuartal yang sama 2013 senilai 741 juta dolar AS. Naiknya kinerja tersebut didukung meningkatnya volume penjualan dan efisiensi biaya.
Volume penjualan batu bara Adaro meningkat 23 persen menjadi 13,9 juta ton dari 11,2 juta ton. Adapun volume produksi bertambah 22 persen menjadi 14 juta ton dari 11,4 juta ton.
Sedangkan harga jual rata-rata (ASP) Adaro menurun 7 persen dibanding periode yang sama tahun lalu karena masih tertekan harga batubara. Beban pokok pendapatan tercatat turun satu persen menjadi 599 juta dolar AS dari 605 juta dolar AS.