REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia menetapkan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi ke-10 terbesar berdasarkan gross domestoc product (GDP) purchasing power imparity. Namun, peringkat ini belum mencerminkan kesejahteraan ekonomi masyarakat sepenuhnya.
Ekonom Indef Eko Listiyanto mengatakan, fungsi GDP belum memberikan implikasi terhadap tingkat kemiskinan dan tenaga kerja. "Sangat bagus jika peringkat Indonesia meningkat. Tapi tidak mencerminkan kuatnya ekonomi kita," kata Eko kepada Republika, Ahad (4/5).
Dari sembilan sektor penggerak ekonomi, lebih dari setengahnya masih didominasi oleh sektor nonriil. Sekitar 55 persen perekonomian didorong oleh sektor seperti keuangan, telekomunikasi dan transportasi. Sisanya, digerakkan oleh sektor riil seperti pertanian, pertambangan dan industri. Padahal, sektor riil merupakan tonggak penting perekonomian.
Dari 55 persen GDP sektor nonriil, tidak semuanya dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Hal ini tercermin dari rasio ketimpangan atau gini ratio. Pada 2013, gini ratio Indonesia tercatat sebesar 0,413 persen. Rasio ini meningkat dibandingkan 2005 sebesar 0,363 persen.
Pemerintah perlu mendorong pertumbuhan sektor riil agar ketimpangan tidak semakin melebar. "Misalnya dengan meningkatkan subsidi di pertanian. Sehingga, nilai tukar akan stabil karena tidak perlu impor," ujar Eko.
Pemerintah juga perlu mendorong pertumbuhan industri untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja.