Ahad 27 Apr 2014 15:35 WIB

Kasus Pajak BCA Jalan Masuk Penyalahgunaan BLBI

Rep: Ichsan Emrald Alamsyah/ Red: Nidia Zuraya
Bank BCA
Foto: Republika/Wihdan
Bank BCA

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti kebijakan publik Perkumpulan Prakarsa, Ah Maftuchan, menyampaikan kasus pajak yang melibatkan mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo dan PT Bank Central Asia, Tbk (BCA) bisa menjadi alat masuk bagi penegak hukum untuk menelusuri kemungkinan kasus lain. Khususnya menurut dia kemungkinan penyalahgunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) oleh perbankan maupun pihak lain.

Ia menambahkan kasus ini bermula dari keberatan pihak BCA terhadap koreksi pajak yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). BCA menilai bahwa hasil koreksi DJP terhadap laba fiskal Rp 6,78 triliun harus dikurangi sebesar Rp 5,77 triliun. Alasan BCA karena sudah melakukan transaksi pengalihan aset ke BPPN. Sehingga BCA mengklaim tidak ada pelanggaran terhadap pajak mereka.

Namun, tutur dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menyelidiki klaim BCA atas pengalihan aset tersebut sampai skema BLBI-BPPN.Karena jika melihat laporan keuangan BCA, kita akan mendapatkan adanya kejanggalan. Dimana indikasinya mengarah ke modus pengelakan pajak (tax evasion) dan penghindaran pajak (tax avoidance).

Berdasarkan kajian data dari laporan keuangan BCA, itu terindikasi melakukan kurang pajak pajak penghasilan (PPh) sepanjang tahun 2001-2008. BCA hanya bayar sekitar 20-22 persen, bahkan di tahun 2001 hanya 1,23 persen. Padahal menurut dia sesuai dengan Undang-Undang nomor 17/2000 tentang pph, wajib pajak badan dengan penghasilan di atas Rp 100 juta sebesar 30 persen. Namun besaran pajak itu bisa turun sesuai dengan peraturan pemerintah menjadi 25 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement