REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengembangkan asuransi mikro syariah semenjak akhir 2013. Upaya ini dilakukan sebagai bagian dari program pengembangan asuransi mikro yang dicanangkan OJK pada bulan Oktober 2013.
Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad menyampaikan secara umum pengembangan asuransi mikro merupakan bagian dari program financial inclusion atau keuangan inklusif. Sementara asuransi mikro syariah (micro takaful) adalah lembaga keuangan non bank yang diselenggarakan dengan prinsip syariah.
Dimana prinsipnya patut diakui mudah dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Di Indonesia, sebagaimana di banyak negara lain, masyarakat berpenghasilan rendah juga memerlukan perlindungan atas risiko keuangan. Khususnya akibat dari musibah, seperti kecelakaan diri, sakit, dan bencana alam. Bahkan, masyarakat berpenghasilan rendah relatif lebih rentan terhadap dampak yang diakibatkan oleh musibah tersebut.
Karena, tutur dia, pada umumnya mereka tidak memiliki dana yang cukup untuk menghadapi kejadian atau musibah yang tak terduga. Dengan mempertimbangkan bahwa mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, pengembangan asuransi mikro syariah diharapkan dapat menjadi tumpuan untuk mewujudkan keuangan inklusif pada sektor asuransi.
Beberapa perusahaan asuransi sebenarnya sudah memiliki produk asuransi syariah dengan premi atau kontribusi yang relatif kecil. Namun, jumlah dan jenis produk asuransi syariah mikro dimaksud masih sangat terbatas.
Selain itu, pemasaran produk asuransi syariah juga menghadapi berbagai kendala seperti saluran distribusi yang belum mampu menjangkau sebagian besar masyarakat berpenghasilan rendah dan tingkat pemahaman (literasi) masyarakat atas asuransi syariah yang masih rendah.