REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Ahli Ekonomi Syariah asal Belgia, Laurent Marliere menyatakan keuangan Islam saat ini bisa disebut sebagai fenomena global. Selain karena kebutuhan global atas nama umat muslim dan Isla, ternyata ekonomi syariah juga bisa tumbuh di negara non-muslim.
Dikutip dari Kuna.Net, Selasa (22/4), meski memiliki pertumbuhan luar biasa namun ada berbagai tantangan utama yang harus dihadapi ekonomi syariah. Hal tersebut adalah pemahaman buruk pelaku industri atas kebutuhan konsumen muslim dan kebutuhannya.
Marliere mengatakan sebenarnya secara umum sektor yang paling matang di dalam ekonomi syariah adalah keuangan (perbankan dan lembaga non-bank) syariah. Hanya saja mereka tak mampu mendobrak kemapanan konvensional karena secara umum digerakan oleh industri dan bukan pasar.
Secara umum ekonomi syariah memiliki ruang lingkup luas dan dapat dilihat dari berbagai sudut. Marliere mengungkapkan sebagian menilai ekonomi syariah adalah aturan keuangan yang digunakan oleh 57 Negara anggota Organisasi Kerja sama Islam (OKI).
Sementara ada yang menilai sebagai produk yang sesuai dengan aturan syariah baik makanan maupun perbankan. Sedangkan yang lain menilai sebagai sebuah segmen dalam ekonomi global yang fokus pada konsumen muslim.
Padahal, kata Marliere, ekonomi syariah terbukti dan hidup dan berkembang di negara non-muslim. Ia menilai ekonomi syariah memiliki potensi sangat besar dengan mempertimbangkan 1,65 juta penduduk Muslim. Marliere menyebut kaum Muslim dunia sebagai ummah yang memiliki pasar ekonomi spesifik.
Berdasarkan survei Thomson Reuters, pengeluaran konsumsi dan gaya hidup Muslim sampai di angka 1,62 triliun dolar AS dan berpotensi tumbuh hingga 2,47 triliun dolar AS pada 2018. Kemudian untuk aset industri keuangan syariah telah berada pada angka 1,45 triliun dolar AS tahun 2012.