REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) II Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro tak menampik bahwa rendahnya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi telah merangsang masyarakat mengonsumsi BBM lebih besar. Namun demikian, Bambang menampik kemungkinan harga BBM akan dinaikkan pada tahun ini untuk terus menekan konsumsi.
"Saya tidak ngomong begitu," ujar Bambang kepada wartawan saat ditemui selepas mengikuti rapat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) di kantor Kementerian Keuangan, Senin (7/4) malam.
Menurut Bambang, Kementerian Keuangan akan terus berupaya agar subsidi BBM yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 tidak jebol. Optimisme tersebut setidaknya terlihat pada volume kuota BBM pada kuartal I 2014.
Berdasarkan data PT Pertamina (Persero), realisasi penyaluran BBM bersubsidi hingga 31 Maret 2014 mencapai 11,2 juta kiloliter atau 23,6 persen dari kuota 47,35 juta kl. Perinciannya premium 7,1 juta kl (kuota 32,32 juta kl), solar 3,85 juta kl (14,14 juta kl) dan kerosene 249 ribu kl (900 ribu kl).
"Kita lihat konsumsi BBM kuartal I ini di bawah. Harusnya satu kuartal 25 persen rata-ratanya. Ini masih di bawah. Padahal, kita set 48 juta kl yang juga jauh di bawah perkiraan awal 51 juta kl. Jadi, saya lihat mungkin ada kemungkinan kita bisa gak mengendalikan," kata Bambang.
Sebagai catatan, realisasi konsumsi BBM 2013 mencapai 46,83 juta kl atau lebih rendah dari kuota 48 juta kl. Salah satu penyebabnya adalah kenaikan harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah pada Juni 2013. Kala itu, harga premium menjadi Rp 6.500 per liter dan solar Rp 5.500 per liter.
Terkait alokasi belanja subsidi BBM, faktor penentunya bukan semata-mata dari sisi konsumsi. Faktor lainnya adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, harga minyak mentah Indonesia dan lifting minyak. Pada APBN Perubahan 2013, realisasi subsidi BBM sampai 31 Desember 2013 mencapai Rp 210 triliun. Akan tetapi, angka itu berpotensi melonjak mencapai sekitar Rp 250 triliun.
Besaran resminya masih menunggu Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang tengah disusun dan kemungkinan akan dipublikasikan pertengahan tahun. Sepanjang 2013, realisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencapai Rp 10.452 per dolar AS atau lebih tinggi dibanding patokan dalam asumsi dasar ekonomi makro yaitu Rp 9.600 per dolar.
Sementara realisasi harga minyak mentah Indonesia relatif lebih rendah yaitu 106 dolar AS (target 108 dolar AS). Lifting minyak 2014 825 ribu barel per hari atau lebih rendah dari target 840 ribu barel per hari. Khusus untuk APBN 2014, rupiah diasumsikan Rp 10.500 per dolar AS, ICP 105 dolar AS dan lifting minyak sekitar 870 ribu barel per hari.