Selasa 18 Mar 2014 20:40 WIB

Alasan BPD Enggan Go Public

Rep: Friska Yolanda/ Red: Agung Sasongko
BPD Kaltim
BPD Kaltim

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pasar modal merupakan tempat yang sangat strategis bagi industri, termasuk perbankan, untuk memperoleh pendanaan jangka panjang. Pendanaan ini juga tidak tertutup bagi bank pembangunan daerah (BPD).

Sayangnya sampai hari ini, baru dua BPD yang telah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) dan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (BJTM). Masih ada 24 BPD lain di Asosiasi Bank Daerah (Asbanda) yang belum mencatatkan sahamnya di BEI.

Ketua Asbanda Eko Budiwiyono mengatakan, ketakutan utama pemegang saham BPD adalah pengurangan kepemilikan saham. "Apalagi return on equity (ROE) BPD cukup besar, di atas 20 persen," kata Eko, Selasa (18/3).

Seperti diketahui, pemegang saham BPD adalah pemerintah provinsi, kabupaten dan kota. Jika dilepas ke publik, penguasaan saham BPD pada pemerintah daerah tersebut aan berkurang.

Namun demikian, sebagian besar BPD di Indonesia memang sedang menghadapi keterbatasan modal. Kebutuhan modal adalah tuntutan yang tidak terhindarkan. Pasalnya, ada aturan kelompok bank (BUKU) yang membatasi ekspansi perbankan. Semakin tinggi kelompok satu bank, semakin besar kesempatan ekspansi bank tersebut. Sehingga, desakan tambahan modal semakin besar.

Dari 26 BPD yang tercatat di Asbanda, baru satu bank yang masuk ke BUKU III. Bahkan 13 BPD diantaranya memiliki modal di bawah Rp 1 triliun seperti BPD Sulawesi Tengah dan Bengkulu. "BPD memerlukan instrumen untuk menaikkan modal," kata Eko.

Keinginan melakukan initial public offering (IPO) bergantung pada kondisi anggaran daerah (APBD). Jika pendanaan kuat, Eko menilai BPD tidak perlu go public.

Hal tersebut tercermin pada PT Bank DKI. Eko yang menjabat sebagai Direktur Utama Bank DKI mengungkapkan, pemerintah provinsi DKI Jakarta masih memiliki pendanaan yang kuat bagi perseroan. Sehingga, pemegang saham belum melihat perlunya Bank DKI go public.

Pemprov DKI awal tahun ini akan menyuntikkan modal senilai Rp 1 triliun kepada Bank DKI. Sehingga, modal inti perseroan menjadi Rp 3,6 triliun. "Untuk mencapai BUKU III, kami perlu dana sekira Rp 1,5 triliun," ujar Eko.

Bank DKI mengharapkan bisa mencapai BUKU III pada 2015. Hal ini bertujuan agar perseroan bisa lebih leluasa melakukan ekspansi tidak hanya di Jakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement