REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalangan perbankan mengkhawatirkan pembobolan rekening melalui anjungan tunai mandiri (ATM) yang marak terjadi dapat menghambat upaya mencapai less cash society atau transaksi non tunai. Bank Indonesia (BI) mulai menggalakkan program less cash society sejak 2010. Masyarakat didorong menggunakan kartu debit dan kartu kreditnya dalam aktivitas pembayaran.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat telah terdapat 11 kasus pengaduan nasabah tentang pembobolan rekeningnya melalui ATM. Laporan pengaduan tersebut terhitung sejak pengalihan pengawasan dari BI, yakni 1 Januari 2014.
Direktur Ritel Banking PT Bank Permata, Tbk (PermataBank) Bianto Surodjo mengatakan, kejadian tersebut, meski tidak terjadi di PermataBank, dapat mengganggu upaya transaksi non tunai kepada masyarakat. Jika masyarakat takut melakukan transaksi nontunai, pendapatan perbankan berbasis komisi (fee based income) dikhawatirkan menurun.
Untuk Bank Permata, Bianto menyebutkan, target peningkatan transaksi penggunaan kartu debit dan kartu kreditnya sebesar 30-35 persen. "Kami selalu mengadakan antisipasi dengan terus mengedukasi nasabah agar melakukan pengubahan PIN secara berkala dan tetap menyimpan kartu di tempat yang aman," ujarnya.
Ia mengatakan, beberapa kasus penipuan disebabkan oleh penggunanya. Kendati begitu, Bianto mengakui bahwa sistem teknologi kartu debit saat ini masih lemah. Ia menyebutkan mayoritas kartu debit masih berteknologi magnetik sehingga masih dapat terjadinya tindak kejahatan. PermataBank saat ini tengah mengembangkan teknologi untuk mengganti sistem magnetik ke chip. "Proses peralihan akan dimulai tahun depan," ujarnya.
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti S Soetiono mengatakan, pihaknya masih mendalami sebagian pengaduan nasabah terkait pembobolan ATM. Ia juga mengimbau agar nasabah segera menghubungi atau melapor kepada bank bersangkutan. Tujuannya agar dapat segera ditindaklanjuti.