Senin 24 Feb 2014 14:03 WIB

IHSG Bisa Tembus 5.550, Asalkan Presiden Terpilih ...

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta.    (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jelang pemilihan legislatif, PT Mandiri Sekuritas memproyeksikan indeks harga saham gabungan (IHSG) hingga April bakal mencapai 4.800. Jika presiden terpilih propasar, IHSG bisa menembus 5.550.

Namun level IHSG mulai April hingga akhir tahun akan sangat bergantung pada presiden terpilih. Jika presiden terpilih tidak begitu fokus ke pasar, indeks diperkirakan hanya naik enam persen ke 4.650. "Tapi kalau market friendly, kami perkirakan bisa tumbuh 30 persen di akhir tahun," kata Head of Equity Research Mandiri Sekuritas, John Rachmat, Senin (24/2).

Beberapa faktor yang mendorong optimisme ini adalah baiknya perbaikan ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat dan zona Eropa. Negara berkembang seperti Indonesia akan mendapatkan manfaatnya. Selain itu, posisi neraca perdagangan Indonesia menunjukkan tren perbaikan.

Sektor yang paling berpengaruh tahun ini adalah sektor perkebunan dan konsumsi. Seperti diketahui, pesta demokrasi akan meningkatkan konsumsi, terutama dari pihak yang mencalonkan diri sebagai legislatif dan presiden. Diharapkan ini akan memberikan kontribusi dalam penguatan indeks.

Dari sektor perkebunan, John melihat tahun ini pertumbuhan suplai akan lebih kecil dibandingkan dengan konsumsi. Hal ini dilihat dari jumlah pohon sawit yang mencapai usia empat tahun. Pada 2012, jumlahnya sebesar 550 ribu hektare (ha). Jumlah ini meningkat pada 2013 menjadi 880 ribu ha. "Tahun ini diperkirakan turun menjadi 137 ribu ha. Hal inilah yang akan mendorong penurunan suplai," kata dia.

Konsumsi sawit akan meningkat tahun ini. Apalagi, ada mandatory yang mewajibkan bahan bakar diesel menggunakan biodiesel sebesar 10 persennya. Konsumsi diperkirakan meningkat 1 juta ton ekstra. "Hal ini diharapkan menaikkan harga 13-15 persen," ujar John.

Meskipun dipenuhi optimisme, John mengingatkan pertumbuhan masih cukup berisiko. Surplus neraca perdagangan pada Desember 2013 cukup mencengangkan, yaitu 1,52 miliar dolar AS. Hal ini didorong oleh ekspor besar-besaran perusahaan tambang sebelum aturan larangan ekspor mineral mentah berlaku.

Yang dicemaskan investor adalah nilai neraca perdagangan Januari yang diperkirakan lebih kecil. Hal ini akan berdampak pada nilai tukar dan ujung-ujungnya ke pasar saham. "Investor selalu bertanya soal rupiah," kata John.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement