Kamis 13 Feb 2014 13:31 WIB

Gita: Dorong Swasta Percepat Pembangunan Infrastruktur

Seorang pekerja di sebuah proyek infrastruktur
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Seorang pekerja di sebuah proyek infrastruktur

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Mantan Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan mendukung peran investor swasta mempercepat pembangunan sejumlah infrastruktur di Indonesia guna menunjang sektor perekonomian nasional.

"Contohnya di beberapa pelabuhan. Sampai sekarang, minimnya infrastruktur penunjang masih menjadi kendala utama di kawasan tersebut," kata Gita, saat Dialog dengan Pelaku Usaha Kepelabuhanan, di Kantor Organisasi Angkutan Darat (Organda) Cabang Khusus Tanjung Perak Surabaya, kemarin.

Percepatan pembangunan infrastruktur, ungkap dia, bisa dilakukan dengan membuka peluang bagi investor swasta untuk berpartisipasi sekaligus menanamkan modal mereka. Salah satunya untuk pembangunan infrastruktur di kawasan pelabuhan. "Kami yakin upaya itu bisa terealisasi mengingat Indonesia adalah negara besar dengan beragam potensi," ujarnya.

Dengan ditopang pengguna jasa yang cukup besar, prediksi dia, sekitar 15 tahun hingga 20 tahun mendatang ekonomi Indonesia akan menjadi ekonomi terbesar dunia nomor enam. Apalagi, konsumsi barang dan jasa sekitar 250 juta penduduk Indonesia selama 20 tahun ke depan diperkirakan mencapai Rp 360 ribu triliun. "Khusus di Jatim, kontribusi pelaku usaha yang menahkodai jasa di provinsi ini tentu sangat besar," katanya.

Untuk meningkatkan kelancaran arus barang, tambah dia, pelabuhan harus lebih besar, proaktif, dan bekerja sama dengan swasta. Dengan begitu, roda ekonomi nasional semakin berputar lebih cepat dan pelaku usaha bisa bersaing. "Memang untuk membangun infrastruktur, anggaran pemerintah sangat terbatas sehingga perlu campur tangan swasta dalam mewujudkannya," katanya.

Ia optimistis, dengan strategi yang tepat maka Indonesia mampu menjadi negara besar dengan perekonomian yang mapan. Salah satu indikatornya, kinerja perekonomian Indonesia kini semakin baik seiring kian meningkatnya pendapatan per kapita. "Selama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pendapatan per kapita naik empat kali lipat per tahun," katanya.

Pada akhir kepemimpinan Presiden Indonesia pertama, Soekarno, kata dia, pendapatan masyarakat masih 400 dolar AS, akhir pemerintah Soeharto menjadi 600 dolar AS, masa pemerintah Habibi, Gus Dur, dan Megawati menjadi 1.100 dolar AS. "Namun, selama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono justru pendapatan per kapita naik menjadi 4.000 dolar AS. Kami yakin tahun 2015 angkanya naik menjadi 5.000 dolar AS," katanya.

Pada kesempatan sama, Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Jatim, Isdarmawan Asrikan, melanjutkan, selain faktor infrastruktur persoalan yang juga cukup mendasar di Jatim adalah ketergantungan bahan baku industri terhadap impor. "Akibatnya, ketika bahan baku impor mengalami kendala maka produksi industri dalam negeri menjadi terganggu dan ekspor juga mengalami penurunan. Bahkan, suku bunga kredit juga masih memberatkan dan menghambat peningkatan kinerja industri nasional," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement