REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Inhutani II ingin terus membuat neraca keuangan positif. BUMN Kehutanan ini tidak ingin kembali mengalami defisit yang terjadi selama beberapa tahun terakhir.
Direktur Utama Inhutani II Tjipta Purwita mengatakan, perseroan selama satu dekade terakhir sempat mengalami kemerosotan. Pada 2011 menjadi puncak krisis Inhutani II yang pernah menderita kerugian Rp 36 miliar dan kemudian tahun berikutnya masih minus Rp 14 miliar.
"Ini kita harus menyelesaikan masalah lama yang sulit dihindari," kata dia, di lokasi Inhutani II, Pulau Laut, Kalimantan Selatan, Rabu (12/2).
Menurutnya, setelah terjadi pergantian manajemen pada pertengahan 2012, kondisi Inhutani II mulai memperlihatkan perbaikan.
Perseroan menunjukkan kinerja sehat dengan laba bersih mencapai Rp 6,4 miliar. Melebihi target yang sebelumnya dicanangkan sekitar Rp 5,3 miliar. "Dimulai 2013 ini kita bisa memperbaiki," ujar dia.
Tahun lalu Inhutani II bisa memproduksi kayu bulat 208.858 meter kubik atau naik 156 persen dari produksi 2012. Sebagian besar merupakan Bahan Baku Serpih (BBS) dan kayu pertukangan.
Tjipta mengatakan, perusahaan juga berusaha untuk meningkatkan nilai tambah hasil produksinya dengan menjual kayu gergajian. Pada 2013 produksinya meningkat 647,74 persen atau mencapai 3.297 meter kubik.
Nilai investasi hutan tanaman Inhutani II juga mengalami peningkatan 183 persen atau Rp 36,2 miliar. Inhutani II juga bisa menaikkan kegiatan jasa kehutanan sehingga mencapai angka Rp 36,2 miliar atau naik 233,5 persen. Tjipta meyakini ke depan perseroannya bisa terus menunjukkan tren positif.
Beberapa tahun terakhir ini, ujarnya, Inhutani II mulai melirik tanaman karet. Hutan Tanaman Industri (HTI) karet terus dikembangkan hasil dari kerja sama dengan investor asal Korea. Karet menjadi pilihan lain setelah bisnis akasia (acacia mangium) Inhutani II tidak memberikan hasil signifikan selama ini.
Tjipta melihat masalah dalam pasar akasia. Ia mengatakan, sektor industri hanya dikuasai sebagai kecil kelompok yang pada akhirnya mendikte harga di pasaran. Kondisi ini membuat Inhutani semakin sulit untuk bersaing. "Ini harus dibongkar dalam rangka melepaskan belenggu itu, kata dia.