REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bursa Efek Indonesia (BEI) mengatur jumlah saham perseroan yang beredar di publik (free float), baik untuk perusahaan yang akan melakukan initial public offering (IPO) maupun perusahaan yang sudah melantai. Ketentuan ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas emiten.
"Perubahan peraturan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas emiten dan perusahaan tercatat serta meningkatkan likuiditas saham emiten di pasar modal," kata Direktur Utama BEI Ito Warsito saat acara Sosialisasi Surat Keputusan Direksi PT BEI tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat, Senin (27/1).
Aturan ini mencakup persyaratan pencatatan awal, terutama jumlah saham yang harus dilepas perseroan. Bursa mengatur jumlah minimal saham dilepas yang bergantung pada nilai ekuitas perseroan. Semakin besar nilai ekuitasnya, semakin kecil persentase jumlah saham yang dilepas.
Selain itu, Bursa juga mengatur jumlah saham beredar emiten yang sudah tercatat di papan bursa. Free float bagi perusahaan yang sudah tercatat adalah minimal 50 juta saham dan 7,5 persen dari jumlah saham modal disetor. Ketentuan ini wajib dipenuhi dalam jangka waktu 24 bulan sejak aturan ditetapkan.
Aturan yang tertuang dalam Keputusan Direksi BEI Nomor Kep-00001/BEI/01-2014 melakukan perubahan pada persyaratan pencatatan awal, termasuk mengubah istilah direktur tidak terafiliasi menjadi direktur independen. Bursa juga menambah ketentuan tenrang harga penawaran perdana minimal Rp 100 per saham. Sebelumnya, ketentuan saham diterbitkan tanpa nilai nominal.
Pada ketentuan lama, free float merupakan saham yang dimiliki oleh pemegang saham yang bukan pengendali. Sedangkan aturan baru menyebutkan free float adalah saham yang dimiliki pemegang saham bukan pengendali dan bukan pemegang saham utama.
Aturan ini dikeluarkan pada 20 Januari 2014. "Peraturan baru diberlakukan mulai 30 Januari 2014," kata Ito.