Selasa 21 Jan 2014 14:19 WIB

Kendala Distribusi Masih Menghadang Industri Semen Indonesia

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja mengemas semen ke dalam karung di pabrik semen milik PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di Sumber Arum, Kerek, Tuban, Jawa Timur.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Pekerja mengemas semen ke dalam karung di pabrik semen milik PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di Sumber Arum, Kerek, Tuban, Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi infrastruktur yang tidak memadai berpotensi menaikkan biaya logistik. Direktur Utama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk Dwi Soetjipto menjelaskan, tantangan dari sisi logistik, khususnya dalam distribusi semen, mencakup wilayah darat dan laut. Menurut Dwi, tantangan distribusi melalui darat, tak lepas dari minimnya daya dukung jalan raya. 

Imbas dari kondisi ini adalah umur truk pengangkut semen rendah hingga biaya pemeliharaan truk yang melonjak. "Sehingga perlu pembenahan," ujar Dwi dalam Indonesia Investor Forum 3 di Jakarta International Convention Center, Selasa (21/1). 

Tantangan distribusi melalui darat lainnya adalah rendahnya kapasitas pengangkutan semen dengan moda kereta api. Dwi menyebut kapasitasnya baru 3,9 persen. Sedangkan distribusi via truk masih menjadi yang tertinggi dengan 45,9 persen, kapal curah 27 persen dan kapal bag 8,4 persen. 

"Jalur kereta api masih di Jawa sehingga kapasitasnya rendah. Harapannya dengan peningkatan infrastruktur kereta api seperti rel, kapasitas ini bisa meningkat," kata Dwi.

Sedangkan tantangan distribusi melalui laut adalah tingginya waktu tunggu di beberapa pelabuhan. Sebagai contoh di Pelabuhan Belawan, Medan, waktu tunggu tercatat 4,2 hari. Berturut-turut Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan Pelabuhan Batam, Kepulauan Riau masing-masing 1,8 hari. "Tingginya waktu tunggu berpotensi menambah biaya logistik 15-25 persen," kata Dwi.

Sementara biaya logistik di perusahaan pelat merah ini berkisar antara 16-18 persen. Sedangkan biaya perusahaan paling besar untuk energi yaitu 40-45 persen. Pemerintah, melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dalam sejumlah kesempatan berkomitmen untuk menurunkan biaya logistik dari 14 persen menjadi 10 persen di 2014.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement