REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Tembaga Emas Indonesia (ATEI) menilai keputusan pemerintah dengan menerbitkan PP No.1/2014 dan Permen ESDM No.1/2014 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui pengolahan dan pemurnian, sudah tepat.
Dalam siaran pers yang diterima Antara di Jakarta, Senin, ATEI menilai kebijakan tersebut telah mengakomodasi semua kepentingan, baik pemerintah pusat dan daerah, pengusaha pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), IUP khusus Pengolahan pemurnian serta Kontrak Karya (KK) untuk mineral tembaga.
"Keputusan pemerintah ini tepat, ekspor hasil olahan konsentrat tembaga 15 persen tetap berjalan, PHK besar-besaran dapat terhindar, ekonomi daerah tetap bergerak, tujuan program hilirisasi minerba pun jalan," kata Ketua ATEI Natsir Mansyur dalam keterangan tertulis.
Ekspor ore, kata dia semestinya sudah tidak bisa lagi dilakukan. Sementara untuk mineral tembaga 15 persen IUP, IUP pengolahan pemurnian dan KK area bisnisnya jelas, walaupun KK selama ini ekspor hasil olahan konsentrat diatas 20 persen.
"Itu silahkan aja KK-nya, ini kan jelas nilai tambahnya naik 30 persen dari 0,5 menjadi 15 persen," kata Natsir yang juga merupakan Dirut PT Indosmelt.
Dia juga mengatakan khusus penetapan bea keluar, pihaknya meminta Kementerian Keuangan untuk membahasnya dengan Kadin, ATEI, Asosiasi Mining Indonesia (AMI) karena ada pertimbangan teknis dalam penetapannya.
"Kami berharap Kemenkeu tidak sepihak menetapkan BK. Semangat PP No.1/2014 dan Permen ESDM No.1/2014 sudah tepat mengajak pelaku dunia usaha dalam penetapannya," katanya.
Sebelum PP dan Permen diberlakukan, Kementerian ESDM mengajak Kadin dan pemangku kepentingan lainnya seperti ATEI, AMI, pemilik IUP, IUP khusus pengolahan Pemurnian, KK PT Freeport dan PT Newmont dalam menetapkan kadar minimum mineral.
"Kami apresiasi langkah pemerintah yang seperti ini, kita harapkan dalam penentuan BK nantinya Menkeu juga dapat memahami semangat Indonesia incorporated," kata Natsir.