REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sikap Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang memutuskan untuk menyuntik modal tambahan untuk Bank Mutiara dikritisi sejumlah pakar dan politisi. Pengucuran modal senilai Rp 1,5 triliun itu dinilai aneh karena terjadi menjelang Pemilu 2014.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika menjelaskan, permasalahan Bank Mutiara secara substansi serupa dengan permasalahan Bank Century 2008 silam yakni penurunan rasio modal alias CAR.
Meski begitu, Erani menilai LPS harus menjelaskan kepada publik mengapa CAR Bank Mutiara menurun.
"LPS harus buka, mengapa CAR turun? Apa kredit naik? Atau karena banyak kredit macet atau karena hal-hal lain seperti asetnya tiba-tiba terjual atau karena beberapa praktik yang salah dalam perbankan? Itu yang harus dibuka," kata Erani.
Guru besar Ekonomi Universitas Brawijaya ini menambahkan apabila informasi tersebut tertutupi, permasalahan ini mungkin menjadi bencana politik jilid II.
"Karena Bank Century saja masalahnya belum selesai. Sekarang ada masalah seperti ini. Timbul pertanyaan di masyarakat, mengapa mau pemilu selalu begini? Dulu 2008 Bank Century, sekarang 2013 Bank Mutiara juga. Ini yang harus dijernihkan agar tak ada syakwasangka di kemudian hari," papar Erani.
Kebijakan LPS untuk meng-upgrade modal Bank Mutiara tak lepas dari adanya peraturan BI yang menyaratkan tentang nilai minimum CAR perbankan hingga 14 persen. Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan telah melayangkan surat pada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) agar lembaga tersebut menyuntikan modal pada Bank Mutiara sebesar Rp 1,5 triliun.