REPUBLIKA.CO.ID, CIKARANG - Naiknya nilai tukar dolar AS terhadap mata uang rupiah dinilai dapat memengaruhi harga penjualan obat.
"Setiap kenaikan 10 persen imbasnya mencapai dua sampai tiga persen ke harga obat," kata Median Hengky, Site Head dari pabrik obat Hexpharm Jaya Kalbe Company saat acara media gathering di Pabrik Hepharm Jaya, Cikarang, Jawa Barat, Sabtu (21/12).
Hexpharm Jaya merupakan anak perusahaan Kalbe Company yang khusus memproduksi obat generik. Saat ini, beberapa obat sudah mengalami kenaikan. Meski masih ada yang masih stabil.
Hengky menjelaskan, kenaikan harga masih bisa ditekan dengan efisiensi biaya produksi. Terutama dari sisi pengeluaran untuk energi. Dari segi mesin akan terus berjalan memproduksi, kalau dihentikan tentunya akan mengalami kerugian.
Penjadwalan produksi juga diatur agar bisa bekerja maksimal. Selain dari sisi produksi, Kalbe juga menyortir obat-obatan yang prioritas dan kurang laku dipasaran. Apabila ada yang kurang bagus dari segi penjualan maka akan dihentikan produksinya.
Dari segi bisnis, obat generik selalu mengalami peningkatan permintaan secara signifikan. Sejak diresmikan Kementerian Kesehatan setahun lalu, jumlah produksi hanya sekitar 40 juta obat per bulannya dalam per butir tablet.
Kenaikan terjadi sejak enam bulan lalu dengan angka mencapai 90 juta obat. "Target tahun depan bisa di atas 100 juta," kata Hengky. Permintaan masih didominasi di Pulau Jawa. Saat ini hampir 80 jenis obat generik sudah diproduksi. Salah satunya yang paling laku dipasaran adalah untuk penyakit jantung.