REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Auditor Eropa mengatakan Uni Eropa harus berhenti membayar gaji ribuan pegawai negeri sipil (PNS) Palestina di Jalur Gaza yang tidak bekerja. Berdasarkan pemeriksaan para auditor, terdapat 1 miliar euro (sekitar Rp 13,9 triliun) pengeluaran Uni Eropa dialokasikan di Gaza antara tahun 2008 dan 2012.
Mereka menyerukan untuk melakukan pengecekan kembali secara besar-besaran, mengatakan uang yang dihabiskan untuk PNS di sana seharusnya dialokasikan ke Tepi Barat. Menurut mereka, banyak PNS Gaza tidak bekerja sejak gerakan Islam Hamas berkuasa pada tahun 2007.
Hamas memenangkan pemilihan parlemen tahun sebelumnya, menggulingkan Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas dan Presiden faksi Fatah, dan membentuk pemerintahan saingan. Israel kemudian memperketat blokade wilayah itu dengan kerjasama Mesir untuk melemahkan Hamas dan mengakhiri serangan roket.
Langkah ini membuat 1,7 juta orang di Gaza menderita kesulitan, dengan perekonomian yang 80 persen bergantung kepada bantuan dari luar. Uni Eropa membayar sekitar seperlima dari gaji 170 ribu PNS Palestina, baik di Tepi Barat maupun Gaza, di bawah program yang dikenal sebagai Pegase.
Hans Gustaf Wessberg dari Auditor Pengadilan Eropa mengatakan dana Uni Eropa secara keseluruhan telah memainkan peran penting dalam mendukung keluarga yang rentan, dan mempertahankan pelayanan pendidikan dan kesehatan di daerah Palestina. Tapi dia menunjukkan bahwa pembayaran PNS yang tidak bekerja bukanlah salah satu tujuan utama Uni Eropa untuk memberikan pelayanan publik kepada rakyat Palestina.
Sementara Menteri Tenaga Kerja Palestina Ahmed Majdalani mengatakan pemerintah telah membayar mereka semua. "Masalahnya adalah politik, hukum dan manusia. Mereka tadinya adalah pegawai pemerintah, dan mereka menjadi korban kudeta militer, dan mereka memiliki keluarga untuk diberi makan. Kita tidak bisa membuang mereka di jalan,'' katanya kepada Associated Press.