REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAPUNG -- PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Unit Usaha Pagaralam sebagai produsen teh telah membangun unit pengolahan teh dengan metode CTC (crushing tearing curling) dan meluncurkan produk teh CTC itu di Jakarta.
Menurut Sekretaris Perusahaan PTPN VII Sonny Soediastanto mendampingi Direktur Pemasaran dan Perencanaan Pengembangan PTPN VII Rafel P Sibagariang di Bandarlampung, Sumatera Selatan,Selasa, tujuan pembangunan unit pengolahan teh CTC itu untuk melakukan diferensiasi produk teh agar dapat memenuhi selera konsumen, termasuk mengincar pasar teh global yang mampu menciptakan produk "brand new and different from the others".
Saat peluncuran perdana produk teh CTC yang bekerja sama dengan PT Karisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT KPBN), di Jakarta, Senin (25/11), itu Direktur Pemasaran dan Perencanaan Pengembangan PTPN VII Rafel P Sibagariang menyatakan optimistis prospek serapan pasar teh CTC akan terus meningkat seiring dengan kecenderungan konsumen yang menghendaki minuman praktis semakin tinggi.
"Dengan optimisme tersebut, kami berani melangkahkan kaki untuk menjajaki pasar global," kata Rafel pula.
Dia menjelaskan keistimewaan serta keunggulan teh produk PTPN VII Unit Usaha Pagaralam di Sumatera Selatan itu adalah pada rasa dan aroma teh yang unik dan khas.
Kekhasan itu diperoleh tidak lain karena letak geografis kebun teh yang berada pada ketinggian rata-rata 1.500 meter di atas permukaan laut yang merupakan dataran tertinggi di Sumsel.
"Sama seperti pada umumnya kebun-kebun teh di Negeri Sakura Jepang, kebun teh kami terletak tepat di sisi timur Gunung Dempo yang tentu saja memberikan suplai sinar matahari pagi yang cukup untuk pertumbuhan kebun teh kami," katanya.
Dalam upaya menciptakan produk yang memenuhi kriteria "food grade" itu, PTPN VII menerapkan teknologi dengan memperhatikan prinsip-prinsip higienis, dan juga didukung oleh peralatan "full automatic processing" serta konsultan produk berpengalaman dari India, sehingga menjamin mutu produk terjaga dan bisa memenuhi selera serta memberikan kepuasan konsumen, katanya.
Beberapa produk CTC yang ada, antara lain mutu I, yakni BP, PF, Dust I dan untuk mutu II yakni Dust II.
Rafel menjelaskan kebun dan pabrik teh Unit Usaha Pagaralam di Sumsel merupakan pabrik peninggalan Belanda yang dibangun tahun 1929.
"Kami tidak hanya mewarisi kebun dan pabrik, tetapi juga mewarisi kekhasan teh klasik yang disebut sebagai teh orthodox.
Pengembangan produk klasik pun terus kami lakukan hingga kami mendapatkan produk teh 'high class performance' dengan citarasa klasik yang kami beri nama Teh Orthodox Premium," ujarnya.
Selain sebagai agroindustri, kebun teh Pagaralam juga menjadi tujuan agrowisata baik bagi wisatawan asing maupun domestik. Kebun teh Pagaralam seluas sekitar 1.500 ha dengan produksi rata-rata tiga ton teh kering setiap bulan.
Namun, selama ini teh Gunung Dempo pada umumnya hanya dijadikan "blending component", dan bahkan hanya jadi filler produk teh yang dijual dengan merek lain, sehingga tak pernah dikenal publik.
"Untuk masuk ke pamasaran global memang berat, tapi harus dimulai sejak sekarang jika menginginkan dikenal konsumen dan memperoleh harga bersaing," kata Rafel lagi.
Saat peluncuran teh CTC Gunung Dempo Pagaralam itu, dilaksanakan pula diskusi bersama konsultan teh PTPN VII dari India, Mr Sanjay Sharma dengan para stakeholder, di antaranya P.M.T Padakeasa, Agropangan/Sosro, PT KPBN, PT LES, PT TEA, PT Indocemak INT, Rajawali, Yoosuf Akbani, ST CV dir, ST CLISIR, Drassco Forset Int?L, PT Unilever Indonesia, dan PT Panca Rasa.
Hadir pada acara tersebut Direktur Renbang PTPN VII (Persero) Rafael P Sibagariang, Direktur Keuangan Agoes Riyanto, Sekretaris Perusahaan Sonny Soediastanto, Kepala Bagian Pengolahan, Direktur Operasional PT KPBN Iman Bimantara Muin, dan para pembeli teh.