REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Publish What You Pay (PYWP) Indonesia menyoroti tim pengawas internal SKK Migas yang dinilai sulit bertindak independen. Sebab, keangotaan di dalamnya hanya diisi pihak internal yang dinilai punya banyak kepentingan.
Kordinator nasional PYWP, Maryati Abdullah mengatakan, tim tersebut tidak akan bisa bekerja maksimal karena anggotanya adalah pekerja internal. Seharusnya SKK Migas membentuk tim pengawas dengan merekrut tenaga eksternal.
"Hal ini dimaksudkan agar pengawasan dijalankan secara independen," kata Maryati dalam diskusi 'Gilas Mafia Migas di Warung Daun Cikini', di Jakarta, Sabtu (23/11).
Maryati juga mengkritisi beberapa praktik kerja di SKK Migas yang diduga berjalan secara tidak transparan. Ia mencontohkan, proses perdagangan tidak terbuka, mulai dari tahapannya sampai daftar perusahaan. Semestinya, ia mengatakan, ada datanya lengkap.
Untuk itu, ia menambahkan, perlu langkah strategis untuk membersihkan Migas dari mafia. Selain membentuk pengawas internal, keterbukaan informasi dan akuntabilitas di sektor hulu harus dilaksanakan secara real time.
"Whistle blower system yang telah digagas SKK Migas harus berjalan baik dan bisa dipantau. Selain itu, perusahaan-perusahaan yang mengikuti proyek juga harus didorong transparan," ujarnya.
Anggota Komisi VII DPR RI, Satya Widya Yudha mengatakan, untuk memperkuat data riset kekayaan Migas Indonesia, DPR RI mewacanakan adanya Petroleum Fund. Dengan begitu, lembaga pemerintah tidak mudah dikelabui oleh kontraktor dalam hal cost recovery.