REPUBLIKA.CO.ID, SURAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengharapkan paket kebijakan ekonomi lanjutan yang akan segera dilansir pemerintah berfokus pada pengurangan impor. Secara khusus, Eko menyebut paket tersebut harus dapat mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) secara signifikan. "Paket fokus ke defisit transaksi berjalan. Biang keladinya ada di impor BBM yang begitu besar," ujar Eko kepada ROL, Kamis (14/11).
Bank Indonesia (BI) melansir, defisit transaksi berjalan triwulan III 2013 tercatat 8,4 miliar dolar AS atau 3,8 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini memang lebih rendah dibandingkan triwulan II 2013 yang mencapai 9,9 miliar dolar AS (4,4 persen dari PDB).
Perbaikan kondisi transaksi berjalan ditopang oleh membaiknya kinerja perdagangan nonmigas serta menyempitnya defisit neraca jasa dan pendapat. Tapi di sisi lain, defisit neraca perdagangan migas mengalami pelebaran. Ini tak lepas dari masih meningkatnya impor minyak pascakenaikan harga BBM bersubsidi Juni 2013.
Defisit neraca perdagangan minyak melebar dari 5,3 miliar dolar AS menjadi 5,9 miliar dolar AS. Untungnya, defisit neraca migas tidak menjadi lebih buruk mengingat neraca perdagangan gas mengalami surplus 3,0 miliar dolar AS.
Eko mengatakan, impor BBM sulit ditekan mengingat tingginya kebutuhan. Di sisi lain, lifting minyak begitu terbatas sehingga mau tidak mau, impor menjadi pilihan. "Sehingga paket harus fokus ke penyelesaian masalah impor BBM. Langsung menuju jantungnya," kata Eko.
Dalam paket kebijakan stabilisasi ekonomi yang dilansir Agustus silam, sebenarnya pemerintah telah memiliki kebijakan untuk mengurangi impor BBM. Caranya adalah dengan meningkatkan porsi penggunaan biodiesel dalam porsi solar. Harapannya konsumsi solar yang berasal dari impor dapat menurunkan impor minyak secara signifikan.
Tapi, Eko menilai kebijakan itu belum berjalan."Biofuel belum terlihat. Apalagi di kalangan pengusaha masih ada sejumlah pertimbangan sebelum masuk. Memang tidak bisa cepat," ujar Eko.
Beberapa waktu lalu, pemerintah memberi sinyal akan mengeluarkan paket kebijakan pada November dan Desember 2013. Wakil Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro menyebut paket kebijakan itu terdiri dari dua tahap yakni tahap pertama terkait kebijakan ekspor impor dan tahap kedua untuk mendorong investasi.
Terkait investasi, Eko mengatakan kebijakan-kebijakan seperti pemberian insentif jangan dibuat terlalu umum. "Harus dibuat spesifik. Jangan sampai dimanfaatkan untuk menghindari pajak. Terlebih ada potensi penerimaan pajak yang besar dari sana," kata Eko.
Dengan demikian, pemberian insentif seharusnya dapat meningkatkan output ekonomi. Selain insentif secara langsung, Eko menyebut insentif secara tidak langsung untuk investasi dapat berupa penjagaan daya beli masyarakat dan tingkat inflasi.