Senin 11 Nov 2013 14:42 WIB

Hadapi Ketidakpastian Ekonomi, Pasar Keuangan Harus Diperdalam

Rep: Satya Festiani/ Red: Nidia Zuraya
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai Indonesia tengah menghadapi ekuilibrium baru menuju keadaan normal yang baru. Dalam mencapai keadaan normal tersebut, Indonesia menghadapi berbagai macam ketidakpastian, terutama ketidakpastian global.

Salah satu ketidakpastian tersebut adalah penghentian stimulus moneter bank sentral Amerika Serikat (AS). Kendati menghadapi banyak ketidakpastian, OJK menilai Indonesia harus fokus pada dua perkerjaan rumah terbesar di bidang keuangan.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad, mengatakan Indonesia telah mengantisipasi berbagai macam resiko yang muncul sebagai kelanjutan dari berbagai macam ketidakpastian. "Bagi saya di sektor keuangan ada dua hal yang menjadi pekerjaan rumah," ujar Muliaman yang ditemui usai 'Mandiri Investment Forum 2013' di Jakarta, Senin (11/11).

Hal pertama adalah fokus pada hal-hal yang fundamental terkait pasar modal. Pasar modal harus dapat memberikan kontribusi yang baik pada ekonomi Indonesia. "Harus lebih banyak variasinya. Lebih banyak investornya. Lebih banyak perusahaan yang IPO dan sebagainya," ujar dia. Dengan hadirnya investor domestik yang kuat, volatilitas di pasar modal yang disebabkan oleh keluar masuknya investor luar tidak akan mengganggu perekonomian Indonesia.

Pendalaman pasar modal tersebut tidak dapat dilakukan dalam waktu satu dua hari. Muliaman mengatakan pekerjaan rumah tersebut semestinya dilakukan dari sejak dahulu agar pasar modal Indonesia memiliki daya tahan.

Hal kedua yang menjadi pekerjaan rumah adalah membuat industri sektor keuangan memiliki daya tahan. Oleh karena itu, modal dan likuiditas harus cukup. Lembaga keuangan seperti bank dan asuransi juga harus tetap fokus walaupun adanya wacana tapering off quantitative easing AS. "Tapering itu bisa terjadi kapan pun dan di luar kontrol kita sehingga apapun dampaknya kita tetap harus siap-siap," ujar dia.

Dengan mengerjakan pekerjaan rumah, Indonesia akan lebih siap jika stimulus moneter AS dihentikan. Namun, Muliaman yakin jika Indonesia bisa meyakinkan investor bahwa industri keuangan sehat dan dikelola dengan baik, investor tetap akan datang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement