REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada triwulan kedua defisit neraca transaksi berjalan Indonesia mencapai 4,4 persen dari produk domestik bruto (PDB). Menteri Keuangan Chatib Basri mengungkapkan, rasio ini masih terlalu tinggi.
"Harus diturunkan sampai 2-3 persen agar pertumbuhan ekonomi di atas enam persen," ujar Chatib usai menghadiri rapat forum koordinasi stabilitas sistem keuangan (FKSSK) di Jakarta, Jumat (18/10).
Defisit bukanlah hal yang perlu ditakuti negara-negara berkembang. Chatib mengatakan, negara berkembang termasuk Indonesia, membutuhkan defisit untuk menjaga pertumbuhan ekonominya. Asalkan defisit tersebut masih dalam batas wajar.
Hal ini berdasarkan pengalaman pada 2011. Indonesia pernah mengalami defisit di bawah satu persen yang mendorong ekonomi di atas enam persen.
Menurut Chatib yang juga mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tersebut, menurunkan defisit neraca transaksi berjalan tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Setidaknya defisit dapat ditekan di bawah tiga persen pada 2015.
Pemerintah memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di akhir 2013 adalah sebesar 5,5-5,9 persen. Di 2014 pertumbuhan ditargetkan di kisaran 5,8-6,1 persen. Dan dengan skenario defisit neraca transaksi di bawah tiga persen, maka pertumbuhan di 2015 diharapkan di atas enam persen.
Defisit dalam jangka pendek ditekan dengan menurunkan permintaan. Defisit terjadi karena permintaan lebih tinggi dari suplai. Karena tingginya permintaan, maka pasokan ditambah melalui impor. "Jadi permintaan diturunkan, uang beredar dinaikkan. Fiskal defisit diturunkan dan konsumsi ikut turun," ujar Chatib.