Selasa 08 Oct 2013 16:07 WIB

CPO Indonesia Berpeluang Besar Masuk Perdagangan Internasional

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Nidia Zuraya
Minyak kelapa sawit (CPO) merupakan salah satu produk yang diajukan Indonesia ke dalam EG list
Minyak kelapa sawit (CPO) merupakan salah satu produk yang diajukan Indonesia ke dalam EG list

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA – Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) menjadi salah satu jembatan bagi produk-produk agrikultur Indonesia supaya bisa diterima baik oleh dunia internasional. Menteri Perdagangan Indonesia Gita Wirjawan mengatakan produk-produk agrikultur lokal berpeluang besar masuk perdagangan internasional, termasuk di dalamnya kelapa sawit, karet, rotan, dan beras.

“Ekonomi APEC setuju bahwa selama kita bisa membuktikan bahwa produk agro Indonesia memenuhi tiga fungsi, yaitu mendukung pertumbuhan berkelanjutan (sustainable development), mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan pembangunan perdesaan, maka produk-produk lokal bisa masuk pasar internasional,” kata Gita dijumpai di Nusa Dua, Bali, Selasa (8/10).

Indonesia, kata Gita, kini tak lagi hanya berpatokan pada preferensi environmental good list (EGL) yang gagal memasukkan kelapa sawit dan karet Indonesia ke dalam produk ramah lingkungan. Pasalnya, ketiga fungsi utama di atas kelak juga akan diadopsi oleh negara-negara di Asia Pasifik yang notabene menguasai 40 persen perdagangan global.

“Timeline tiga fungsi tersebut (pembangunan berkelanjutan, pengentasan kemiskinan, dan pembangunan perdesaan) sepadan dengan EGL. Ini akan kita bawa ke puncak pertemuan WTO Bali Desember nanti,” kata Gita.

Lebih lanjut menteri yang mencalonkan diri sebagai peserta konvensi Partai Demokrat ini mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga sudah melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak. Kedua pimpinan tinggi negara penghasil 90 persen minyak sawit (CPO) dunia itu bersepakat untuk melakukan studi kelayakan terbaru untuk membuktikan bahwa kelapa sawit Indonesia dan Malaysia memenuhi tiga fungsi tersebut.

Kedua negara juga merasakan semakin tingginya kampanye negatif anti CPO. Indonesia dan Malaysia sepakat melengkapi bukti ilmiah bahwa negara maju harus mau mengakuinya, khususnya Amerika Serikat dan Eropa. Indonesia dan Malaysia bisa membuktikan bahwa reduksi emisi karbon di lahan kelapa sawit tak lebih dari 20 persen pada 2020 nanti.

Di sektor ketahanan pangan, Chairman APEC Business Advisory Council (ABAC), Wisnu Wardhana memaparkan bahwa untuk memperkuat ketahanan pangan (termasuk agrikultur), ABAC akan focus mengawasi pelaksanaan kemitraan kebijakan APEC pada rencana aksi ketahanan pangan yang dimulai 2013 ini. Targetnya, struktur sistem pangan di Asia Pasifik pada 2020 nanti akan memberikan keamanan pangan abadi bagi ekonomi wilayah tersebut.

“Secara khusus, ABAC mendesak ekonomi APEC, salah satunya untuk meningkatkan kolaborasi dan investasi dalam riset dan pengembangan untuk manajemen pertanian modern, juga meningkatkan akses pasar produk-produk pertanian dan menghilangkan hambatan nontariff perdagangan,” ujar Wisnu dalam paparan kesimpulan rekomendasi ABAC.

ABAC juga mendorong ekonomi APEC untuk meningkatkan konektivitas rantai pangan melalui penggunaan standar produk global.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement