Rabu 25 Sep 2013 19:56 WIB

Pemerintah Dinilai Belum Bisa Yakinkan Pasar

Petugas memantau pergerakan indeks saham di Jakarta.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Petugas memantau pergerakan indeks saham di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Gejolak ekonomi Indonesia dinilai tak jauh beda meski The Fed telah membatalkan pengurangan stimulus.  Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis menilai pemerintah belum bisa meyakinkan pasar, tercermin dari terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Pemerintah belum mampu meyakinkan pasar. Pasar belum yakin dengan kebijakan pemerintah itu bisa memberikan kepastian," ujar Harry di Jakarta, Rabu (23/9).

Menurut Harry, pasar masih merasa belum aman (secure) dengan kondisi perekonomian di Indonesia, namun psikologis pasar tersebut belum bisa dipahami dengan baik oleh pemerintah dan Bank Indonesia.

"Empat paket kebijakan ekonomi itu di pasar dianggap sebagai omong kosong saja," tutur Harry. Harry menilai, pemerintah belum serius dalam mengkuantifikasi kebijakannya, apalagi setelah Bank Sentral Amerika Serikat The Fed menunda pengurangan stimulus moneter (tappering off) yang semestinya bisa dimanfaatkan pemerintah untuk lebih berbenah diri.

"Seharusnya modal asing itu masuk lagi dan itu memperkuat suplai dolar, dan memperkuat nilai rupiah, tapi ini tidak," kata Harry. Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu sore melemah sebesar 260 poin menjadi Rp11.460 dibanding sebelumnya (24/9) di posisi Rp11.200 per dolar AS.

Harry juga menambahkan, terkait kegiatan ekspor impor, pemerintah bisa meningkatkan likuiditas dolar melalui devisa hasil ekspor yang masih banyak 'parkir' di luar negeri diupayakan untuk masuk ke dalam sistem perbankan di dalam negeri.

"Misalnya peraturan BI soal pencatatan hasil ekspor, itu cuma dicatat saja ekspor impor. Saya meminta harusnya hasil bumi indonesia yang sudah diekspor apakah itu migas, atau perkebunan dan lainnya, dana uang dolar harus masuk ke dalam sistem perbankan indonesia dan yang bisa menerapkannya (regulasi itu) adalah kementerian terkait dan juga bank. Dalam kontrak-kontrak tidak pernah ada itu," kata Harry.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement