Rabu 25 Sep 2013 09:46 WIB

Industri Tekstil Ancam Hengkang Dari Indonesia

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Nidia Zuraya
Pabrik tekstil di Indonesia (Ilustrasi)
Foto: KBRI Roma
Pabrik tekstil di Indonesia (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tanah air mengancam hengkang ke luar negeri, jika tidak ada jaminan pasokan ketersediaan energi di dalam negeri. Sinyal ini diberikan setelah program percepatan pembangunan pembangkit 10 ribu megawatt (MW) dinilai kalangan industri tekstil berjalan lambat.

 

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat Usman menegaskan, investasi tidak mengenal nasionalisme. Energi listrik sangat dibutuhkan bagi industri TPT. Ketika tidak ada kepastian pasokan listrik industri ini akan kelimpungan. “Situasi ini sangat membuka peluang kami untuk merelokasi indutri ini ke Negara lain,” tegasnya dalam jumpa pers menyikapi kondisi pasokan listrik untuk industri TPT di Semarang, kemarin.

 

Menurut Ade, program jaminan pasokan energi listrik melalui percepatan pembangunan pembangkit tahap I sebesar 10 ribu MW belum banyak membantu ketersediaan energi listrik bagi industri TPT. Program percepatan energi listrik yang ditargetkan rampung pada tahun 2009 tersebut, hingga saat ini baru terealisasi sekitar 70 persen.

 

Sementara API sudah melihat negara terdekat yang dianggap cukup kondusif bagi pertumbuhan industri TPT dengan ketersediaan energi listrik yang memadai. Vietnam merupakan salah satu Negara dengan jaminan listrik masih cukup dan lebih murah dibandingkan harga listrik di Indonesia.

 

Bahkan, lanjut Ade, saat ini Vietnam tengah mengembangkan sumber energinya dengan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). “Saat ini harga tariff listrik di Vietnam hanya sekitar 6 sen per KWH, jauh lebih murah dibanding Indonesia,” ungkapnya.

 

Ia juga menegaskan, dalam pemenuhan energi listrik tersebut, perlakuan terhadap industri TPT tidak bisa disamakan dengan industri lain seperti perhotelan. Menurutnya, butuh perlakuan khusus pasokan energi listrik bagi industri yang berbasis polimer ini. Tidak boleh ada jeda suplai listrik dalam proses produksi polimer berlangsung 24 jam.

 

Berdasarkan data API tahun 2010 menyebutkan ada 2.869 perusahaan TPT yang membutuhkan sedikitnya suplai listrik 2.400 MW. Seiring dengan pertumbuhan industri TPT tanah air yang diperkirakan mencapai 10 persen per tahun, energi listrik yang dibutuhkan juga dipastikan mengalami pertumbuhan. “Saat ini kami membutuhkan pasokan listrik sedikitnya 3.000 MW, sekitar 800 MW diantaranya untuk industri TPT yang ada di Jawa Tengah,” tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement