REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keuangan syariah Indonesia diprediksi akan mendapat persaingan berat dari Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
Ketiga negara tersebut dinilai memiliki aset keuangan syariah yang besar, kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) dan segala faktor pendukung lainnya.
Direktur Industri Keuangan Non Bank dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Moch Muchlasin mengatakan 205 juta penduduk Indonesia adalah pasar yang sangat menggiurkan sehingga negara-negara lain berlomba menggarap keuntungan dari Indonesia.
Menurutnya, Indonesia harus menjaga agar pasar keuangan syariahnya tidak dikuasai negara lain. "Perusahaan-perusahaan keuangan syariah Indonesia harus mampu meng-cover produk syariah," katanya, Kamis (19/9).
Muchlasin mengatakan ada beberapa tantangan yang harus diatasi oleh industri jasa keuangan MEA 2015, diantaranya produk yang sesuai untuk pasar ASEAN, tingkat kesehatan perusahaan, efisiensi usaha, daya saing SDM, serta kepentingan bisnis dan kepentingan nasional.
MEA 2015 memberikan peluang sekaligus tantangan mengembangkan pasar industri keuangan syariah sehingga bisa beroperasi lintas negara ASEAN.
Beberapa Master Plan Pasar Modal dan LKBN untuk menghadapi MEA 2015 diantaranya mengembangkan kerangka regulasi yang mendukung pengembangan pasar modal dan industri keuangan nonbank berdasarkan prinsip syariah dan mengembangkan produk pasar modal dan jasa keuangan nonbank berdasarkan prinsip syariah.
Termasuk mengupayakan kesetaraan produk keuangan syariah dengan produk konvensional dan meningkatkan pengembangan SDM di pasar modal dan industri keuangan non bank berdasarkan prinsip syariah.
Selain program tersebut, OJK juga akan melakukan beberapa kegiatan diantaranya edukasi dan promosi industri keuangan syariah, meningkatkan akses informasi terhadap produk-produk industri keuangan non bank syariah serta mengembangkan kerangka pengawasan dan pembinaan yang mendukung bisnis industri keuangan non bank syariah.