Rabu 11 Sep 2013 14:57 WIB

Presiden Tak Pernah Tanda Tangani Inpres Soal Besaran Upah

Rep: Esthi Maharani/ Red: Nidia Zuraya
Demo buruh tuntut kenaikan upah
Foto: Antara
Demo buruh tuntut kenaikan upah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa menegaskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak pernah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) yang menyangkut ataupun mengatur tentang besaran upah. “Presiden tidak bicara seperti itu, hanya presiden memberi arahan pejabat pemerintah, itu pun harus disesuaikan dengan UU,” katanya, Rabu (11/9).

Menurutnya, untuk menaikan upah pun, harus memperhatikan kondisi perekonomian. Di satu sisi, pemerintah tetap memperhatikan agar buruh tetap mendapatkan pendapatan atau bahkan kenaikan upah. Tetapi, di sisi lain pun harus ikut memperhatikan usaha agar pengusaha tidak mengalami kebangkrutan di kondisi ekonomi yang sedang tidak menguntungkan.

Hatta menegaskan tuntutan sejumlah serikat pekerja yang meminta agar upah minimum provinsi (UMP) naik menjadi Rp 3,7 juta atau naik sebesar 50 persen tidak realitis. "Tidak realitis kalau perusahaan dibebani lagi tambahan 50 persen karena itu membuat perusahaan tidak kuat akibatnya bisa lay off (bangkrut), dan ini merugikan semua,” katanya.

Menko Perekonomian meminta pemerintah, Apindo dan Serikat Pekerja perlu duduk sama-sama memikirkan itu. Ia percaya, semua pihak pasti ingin mendapatkan solusi terbaik terkait kenaikan upah buruh ini.

Ia juga menyakini serikat-serikat pekerja di Indonesia pasti juga memahami kondisi dan kapasitas perusahaan tempat mereka bekerja dalam memberikan upah layak bagi para buruh tersebut. "Saya kira tidak semua yang meminta upah buruh naik 50 persen, Serikat Pekerja juga paham kekuatan dari perusahan-perusahaan kita," ujarnya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement