Sabtu 07 Sep 2013 16:01 WIB

Nasionalisasi Tiga Sumur Utama Bisa Hasilkan Rp 7.200 Triliun

Rep: m akbar wijaya/ Red: Taufik Rachman
 Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad (kanan) bersama pimpinan KPK Adnan Pandu Praja (kiri) mengikuti sidang terbuka Komite Etik di gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/4).
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad (kanan) bersama pimpinan KPK Adnan Pandu Praja (kiri) mengikuti sidang terbuka Komite Etik di gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/4).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Pemerintah belum maksimal melakukan tata kelola kebijakan energi nasional. Padahal sektor energi berpotensi meningkatkan pendapatan negara sekaligus memakmurkan rakyat Indonesia.

"Minimal negara bisa mendapatkan Rp 20 ribu triliun pertahun dari sektor migas. Itu hitungan minimal KPK baru di sektor migas. Belum sektor lainnya," kata Ketua KPK Abraham Samad saat menyampaikan pidato di hadapan ribuan peserta Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-III PDI Perjuangan di bilangan Ancol, Jakarta, Sabtu (7/9).

Samad menyatakan tidak maksimalnya pendapatan negara dari sektor migas lantaran pemerintah tidak berani melakukan nasionalisasi terhadap sejumlah sumur-sumur minyak strategis di Indonesia.

Menurutnya dari tiga buah sumur minyak besar yang dimiliki Indonesia: Blok Cepu, Blok Mahakam, Blok Madura, sebagian besar sahamnya dikuasai asing. "Kalau kita nasionalisasi sekitar 60 persen saham tiga blok itu dan sumur-sumur minyak kita lainnya, pertahun kita bisa mendapat Rp 7.200 triliun," ujarnya.

Angka tersebut menurut Samad masih bisa bertambah bila pemerintah serius menagih royalti pertambangan kepada para pengusaha tambang di sektor batu bara, nikel, dan emas. Dari total keseluruhan hitungan KPK, negara bisa mendapatkan Rp 20 ribu triliun pertahun. "Jadi jangan bangga dengan APBN Rp 1.500 triliun," sindir Abraham kepada pemerintah.

Pendapatan Rp 20 ribu triliun pertahun cukup mampu membuat rakyat Indonesia sejahtera. Samad mengatakan bila Rp 20 ribu triliun itu dibagi secara merata ke masyarakat Indonesia, maka satu orang warga negara bisa mendapatkan Rp 20 juta perbulan. "Insya Allah tidak ada lagi anak kita yang tidak sekolah. Tidak ada lagi anak yang meninggal karena tidak bisa bayar rumah sakit," katanya.

Samad menyatakan pemerintah harus berani mengatur ulang konsesi kontrak tambang dengan perusahaan-perusahaan asing. Pemerintah juga mesti berani melakukan pengawasan secara ketat terhadap perusahaan-perusahaan tambang di bidang pembayaran royalti. "Kita harusa buat regulasi ulang kontrak tambang dan pengawasan ketat perusahaan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement