Kamis 05 Sep 2013 23:42 WIB

Edukasi Konsumen, OJK Rancang Sistem Terintegrasi

Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA-- Otoritas Jasa Keuangan akan membuat sistem layanan konsumen yang terintegrasi dengan tugas melayani masyarakat dan konsumen, serta memberi informasi tentang lembaga jasa keuangan termasuk jenis produk dan layanannya.

"Dalam sistem itu masyarakat dan konsumen juga bisa berperan aktif dengan memberikan masukan, laporan, dan informasi kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui telepon, email, website, dan hotline 500655," kata Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sri Rahayu Widodo di Yogyakarta, Kamis (5/9).

"Berdasarkan survei Bank Dunia terhadap populasi yang terbatas, tingkat pemahaman masyarakat di Indonesia terhadap lembaga jasa keuangan baru sekitar 20 persen. Hal itu memprihatinkan karena negara tetangga kita sudah jauh lebih baik," katanya.

Ia mengatakan kesadaran dan pemahaman masyarakat negara tetangga tentang lembaga jasa keuangan dan investasi itu baik. Tingkat pemahaman mereka terhadap lembaga jasa keuangan mencapai 50 persen hingga 90 persen seperti Malaysia dan Singapura.

"Survei Bank Dunia memang dilakukan dengan melibatkan populasi atau responden yang masih terbatas tetapi hasil itu bisa menjadi rujukan awal tentang pentingnya langkah mendorong pemahaman masyarakat tentang lembaga jasa keuangan," katanya.

Menurut dia, OJK juga akan melakukan survei sejenis dengan lingkup yang lebih luas dan besar dengan responden mencapai 8.000 orang. OJK memilih responden yang mewakili semua lapisan dan elemen mulai dari ibu rumah tangga, buruh, pelajar, mahasiswa hingga pegawai.

"OJK juga akan meningkatkan sosialisasi dan edukasi ke masyarakat. Program itu akan dilaksanakan dengan menggandeng para pelaku usaha atau lembaga jasa keuangan dan instansi terkait," katanya.

Ia mengatakan, selama ini pemahaman masyarakat masih beragam dan kesenjangan masih tinggi. Banyak yang belum paham dengan baik tentang pasar modal atau investasi.

"Buktinya, banyak orang yang masih tergiur investasi dengan iming-iming laba besar sekalipun tidak rasional dan tidak wajar, sehingga banyak di antara mereka yang menjadi korban investasi bodong," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement