REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (Perkosmi) mengeluhkan industri kosmetik nasional terkendala dengan melemahnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Padahal 80 persen bahan baku untuk kosmetik nasional berasal dari impor.
Ketua Umum Perkosmi, Nuning S Barwa mengatakan, dampak dari pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS memang belum terasa pada semester I 2013. ‘’Dampak pelemahan rupiah nanti akan terasa di semester kedua 2013,’’ katanya kepada ROL di Jakarta, Selasa (3/9). Untuk itu, sambung dia, perusahaan-perusahaan kosmetik nasional mungkin akan menaikkan harga jual produknya.
Tak hanya melemahnya kurs rupiah terhadap dolar AS, industri kosmetik nasional juga terhimpit oleh membanjirnya produk kosmetik impor. Persentasenya yaitu 55 persen adalah kosmetik impor dan sisanya diisi oleh kosmetik nasional. Meski demikian, diakui Nuning, pihaknya tetap optimistis kosmetik tetap berkembang karena memiliki potensi yang besar. Hal ini dikarenakan tidak ada satupun orang yang tidak menggunakan kosmetik, setidaknya sabun, hingga lipstik. Selain itu produk kosmetik nasional lebih diminati dan memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
‘’Konsumen Indonesia lebih memilih produk kosmetik lokal dibandingkan produk impor karena harganya yang lebih terjangkau. Secara kualitas, produk kosmetik Indonesia berani bersaing dengan produk kosmetik impor,’’ tuturnya.
Apalagi omzet penjualan industri kosmetik nasional setiap tahun menunjukkan tendensi terus mengalami kenaikan. Dia menyebutkan, omzet penjualan kosmetik nasional sekitar Rp 28 triliun pada saat tahun 2011. Kemudian omzetnya meningkat pada 2012 menjadi Rp 30 triliun. Pihaknya memperkirakan nilai omzet kosmetik nasional tahun 2013 ini tumbuh hingga enam persen dibandingkan 2012