Selasa 03 Sep 2013 15:55 WIB

Atasi Defisit Perdagangan, Calon DGS BI Sarankan Insentif Migas

Rep: Satya Festiani/ Red: Nidia Zuraya
Ekspor-impor (ilustrasi)
Ekspor-impor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Neraca perdagangan pada Juli 2013 mencatat defisit sebesar 2,3 miliar dolar AS. Defisit neraca perdagangan terutama terjadi pada sektor migas yang mencapai 1,86 miliar dolar AS. Calon Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara, menyarankan adanya insentif untuk sektor pertambangan.

Mirza yang saat ini menjabat sebagai Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengatakan masalah yang dihadapi Indonesia adalah produksi minyak yang turun sehingga impor minyak menjadi tinggi. Oleh karena itu, produksi harus ditingkatkan agar Indonesia tidak bergantung pada impor. Di sisi lain, tren penyaluran kredit untuk sektor migas dan manufaktur mengalami penurunan. "Bisa saja dibuat kebijakan insentif bobot ATMR rendah untuk ekplorasi minyak dan gas," ujar Mirza dalam fit and proper test DGSI BI di DPR, Selasa (3/9).

Kebijakan yang diberikan seperti yang diberikan BI untuk kredit pemilikan rumah (KPR). "Kalau suku bunga tak bisa turun lebih rendah, dalam jangka waktu tertentu diberikan insentif ATMR," tambahnya.

Dengan adanya insentif bagi bank yang menyalurkan kredit untuk sektor manufaktur dan migas, produksi diharapkan bertumbuh yang pada akhirnya berimbas pada positifnya neraca perdagangan. Dalam 10 tahun pertumbuhan kredit untuk manufaktur minus 20,1 persen. Manufaktur memiliki pangsa 44 persen terhadap total kredit pada 2002. Sedangkan pada 2012 pangsanya hanya sebesar 24 persen.

Kredit pertambangan meningkat 4,2 persen dalam 10 tahun, dari 1,4 persen di 2002 menjadi 5,6 persen di 2012. "Apabila ingin melakukan peningkatan industri manufaktur untuk jangka waktu tertentu bisa ditetapkan insentif untuk manufaktur dan migas," ujar dia.

Neraca perdagangan pada Juli 2013 mencatat defisit sebesar 2,3 miliar dolar AS dibandingkan defisit pada Juni 2013 sebesar 0,9 miliar dolar AS. Defisit neraca perdagangan terutama terjadi pada sektor migas yang mencapai 1,86 miliar dolar AS sejalan dengan tingginya kebutuhan konsumsi BBM untuk transportasi dalam negeri terkait dengan faktor musiman bulan puasa dan lebaran.

Sementara itu, defisit pada sektor nonmigas tercatat sebesar 0,45 miliar dolar AS. Ekspor tumbuh positif namun belum cukup kuat menahan laju pertumbuhan impor. Pertumbuhan ekspor membaik sebesar 2,4 persen (mtm) terutama terjadi pada ekspor kelompok barang tambang seperti tembaga dan batubara dan ekspor kelompok manufaktur, yakni TPT dan peralatan listrik.

Di sisi lain, pertumbuhan impor lebih kuat dengan kenaikan sebesar 11,4 persen (mtm) yang terjadi pada semua kelompok barang impor yaitu bahan baku, barang modal dan barang konsumsi. Impor migas masih tumbuh sangat tinggi, yaitu 17,17 persen (mtm), terutama impor hasil minyak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement