Rabu 28 Aug 2013 21:59 WIB

Kritik Kwik Kian Gie Terhadap Paket Kebijakan Ekonomi

Kwik Kian Gie
Foto: ISMAR PATRIZKI/Antara
Kwik Kian Gie

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengamat ekonomi sekaligus mantan Menteri Perekonomian Kwik Kian Gie mengkritik paket kebijakan ekonomi yang belum lama ini dikeluarkan oleh pemerintah. Ia menilai kebijakan ekonomi itu dibuat secara terburu-buru.

"Penyebab utama anjloknya IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) dan terpuruknya nilai tukar rupiah sebetulnya adalah struktur ekonomi kita yang sejak lama sudah sangat tidak sehat, tetapi diobati dengan cara tambal sulam. Namun, respon pemerintah menghadapi itu serba panik, dan karena itu kebijakan yang dibuat tidak berdasar," kata Kwik di Jakarta, Rabu (28/8).

Ia menyampaikan pandangannya dalam diskusi bertema "Pelemahan Nilai Tukar Rupiah dan Kondisi Perekonomian Terkini" di Megawati Institute.

Kwik mengkritisi beberapa kebijakan yang dibuat pemerintah dalam paket kebijakan ekonomi itu, salah satunya mengenai penghapusan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM) untuk produk yang sudah tidak termasuk barang mewah.

Pemerintah menetapkan enam barang yang sudah tak lagi dianggap mewah, antara lain peralatan rumah tangga dengan harga Rp5 juta atau Rp10 juta, pesawat penerima siaran televisi dengan harga dan ukuran di bawah Rp10 juta dan 40 inchi.

Kemudian, lemari pendingin (kulkas) di bawah Rp10 juta, mesin pengatur suhu udara (AC) di bawah Rp8 juta, pemanas air dan mesin cuci di bawah Rp5 juta, proyektor dan produk saniter di bawah Rp10 juta.

"Kalau barang seperti ini masih diimpor atau komponen impornya masih besar, penghapusan PPn BM akan meningkatkan impor yang tentunya bersifat menguras cadangan devisa," ujarnya.

Selain itu, dia menilai penetapan pajak barang mewah lebih tinggi untuk mobil mewah impor yang dirakit di luar negeri atau CBU dari rata-rata 75 persen menjadi 125 persen hingga 150 persen sebagai kebijakan yang tidak efektif untuk menghadapi permasalahan ekonomi sekarang ini.

"Banyak sekali mobil mewah yang sudah dirakit di Indonesia. Yang diimpor dalam bentuk 'built up' sangat sedikit. Kebijakan ini tidak akan efektif dalam menghadapi permasalahan yang kita hadapi sekarang," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement