Sabtu 24 Aug 2013 12:59 WIB

Paket Kebijakan Ekonomi Dinilai Terlambat

Rep: Ira Sasmita/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Paket Ekonomi (ilustrasi)
Paket Ekonomi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Empat paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah pada Jumat (23/8) dinilai kebijakan yang sangat terlambat.

"Langkah yang diambil harusnya langkah  yang sudah diterapkan sejak tahun pertama presiden SBY mempimpin, jadi ini sangat-sangat terlambat. Tapi kami maklumi lah pemerintah kita kan selalu seperti ini," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar Harry Azhar Azis, dalam diskusi bertema  'Rupiah Bikin Resah' di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (24/8).

Dalam mekanisme perekonomian, menurut Harry paket kebijakan tersebut cukup baik. Tetapi bila diaplikasikan terhadap sektor industri, riil dan pelaku usaha akan berhadapan dengan banyak persoalan.

Untuk jangka pendek, lanjut Harry, kenaikan pajak akan tetap berlanjut. Meski dikeluarkan kebijakan pengurangan pajak ekspor padat karya yang memiliki minimal ekspor 30 persen. Di sisi lain, pemerintah tidak bisa mengambil langkah lain yang memerlukan pembiayaan. Lantaran APBN Perubahan sudah disahkan.

Karenanya, langkah regulatif jangka pendek  harus dikonkretkan secepat mungkin oleh pemerintah."Sebenarnya yang paling pokok adalah jangka sangat pendek antara satu sampai 30 hari, yakni paling pokok persoalan nilai tukar."

"Jumat lalu begitu paket itu diumumkan, pasar saham turun, rupiah semakin melemah ke Rp11.058, itu respon satu hari saja lho, belum masalah spekulan. Nah makanya kita akan lihat nanti minggu depan, Senin sampai Jumat bagaimana respon pasar," tuturnya.

Karenanya,DPR, dipastikan pekan depan akan memanggil Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan untuk mengkoordinasikan stabilitas sistem keuangan. Tidak hanya membahas paket kebijakan fiskal pemerintah, tetapi juga paket kebijakan moneter yang dikeluarkan BI dan OJK.

Harry juga menyoroti persoalan devisa hasil ekspor (DHE) yang masih banyak "parkir" di luar negeri, menurutnya jika itu dioptimalkan untuk dikembalikan ke dalam negeri berpotensi memberikan penguatan kepada rupiah. "Dulu waktu saya bicara dengan Gubernur BI katanya DHE yang masuk itu sekitar 80 persen, tapi realisasi sekarang sekitar 50 persen," ujar Harry.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement