REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau menyatakan pemerintah sepuluh provinsi di Indonesia meminta Pemerintah agar menunda pemberlakuan Peraturan Menteri Pertanian N0.14 tahun 2013 tentang pedoman penetapan harga pembelian tanda buah segar kelapa sawit produksi perkebunan.
"Penundaan ini diperlukan karena banyak usulan yang harus diperbaiki antara lain menyangkut perbaikan rendemen dan bea keluar, kemitraan, kluster dan lainnya," kata Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Zulher dalam keterangannya di Pekanbaru, Senin (29/7).
Ia menyampaikan itu berdasarkan hasil rapat koordinasi tim penetapan harga TBS kelapa sawit provinsi seluruh Indonesia baru-baru ini di Banjarmasin. Rapat itu dihadiri unsur Dinas Perkebunan, Gapki dan Apkasindo dari Provinsi Aceh, Sumut, Riau, Jambi, Sumbar, Sumsel, Lampung, Babel, Kaltim, dan Kalsel.
Menurut dia, penundaan Permentan No.14/2013 itu diperlukan, namun hal yang perlu direvisi sesuai dengan aspirasi petani dan asosiasi petani perkebunan sawit, mulai dari rendemen, penetapan kluster, bea keluar, tentang angka 48 jam dari 24 jam buah sawit yang 'menginap', dan tentang kluster dan kemitraan. Ia mengatakan, diperlukannya penundaan terhadap pemberlakuan Permentan No.14 tahun 2013 sampai revisi Permentan terkait dilaksanakan, agar petani sawit diuntungkan.
Zulher menjelaskan, bahwa penekanan terhadap kemitraan baik antara pengusaha besar dan kecil maupun pengusaha dan petani dalam hal kemitraan harus terjadi kegiatan pembinaan bimbingan teknis, bantuan modal dan teknologi. Sebab ada satu masalah dalam hal kemitraan, katanya, bahwa dalam hal peremajaan kebun tidak ada tanggungjawab atau tidak tertuang dalam permentan tersebut. Begitupula usulan pengembangan kluster kelapa sawit yang melibatkan semua aspek teknis serta pendukungnya.
"Dimana Koperasi Sinar Kencana di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan beranggota 3000 petani mendapatkan pembiayaan dari pola KUR tanaman keras dari BRI. Kini sedang membangun pabrik kelapa sawit dengan bantuan dari bank pemerintah dengan nama PKS Batulicin Agro Sentosa (PT BAS) - Karang Bintang yang dibangun pada Juni 2012 itu," paparnya.
Selanjutnya menyangkut penyusunan rendemen, katanya, merupakan tanggung jawab pemerintah daerah sebab pembiayaan bisa berasal dari daerah maupun pusat. Zulher menyebutkan, uji rendemen harus memiliki data yang baik terutama di dinas perkebunan dan harus sangat hati-hati terhadap data yang dikeluarkan dikhawatirkan akan mendapat komplain.
Sementara itu pengenaan tarif bea masuk untuk produk kelapa sawit tidak terlalu dikhawatirkan karena produsen sawit hanya Indonesia dan Malaysia, sedangkan kini untuk bea keluar CPO masih no persen. "Namun demikian dasar pengenaan bea keluar menjamin kebutuhan bahan baku industri dan melindungi sumber daya alam, mengantisipasi kenaikan harga dan menjaga stabilisasi harga," katanya.