REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Utang luar negeri swasta, khususnya yang jatuh tempo dalam waktu dekat diyakini tidak akan menimbulkan tekanan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan utang jatuh tempo adalah proses yang terus terjadi.
"Kalau utang yang jatuh tempo, pasti swasta sudah mengumpulkan dolar duluan. Tidak tiba-tiba mengumpulkan. Selama net capital flow positif, tidak apa-apa," ujar Purbaya kepada ROL saat ditemui di Gedung Bank Indonesia, Kamis (25/7).
Sebagai gambaran, utang luar negeri swasta yang jatuh tempo pada September 2013 tercatat sebesar 25,7 miliar dolar AS. Jumlah itu terdiri dari 50 persen utang pokok dan sisanya berupa cicilan. Utang ini dikhawatirkan sejumlah kalangan selain melemahkan rupiah, juga akan menekan cadangan devisa.
Per Juni 2013 cadangan devisa Indonesia sebesar 98,1 miliar dolar AS atau setara dengan 5,4 bulan impor. Sementara utang luar negeri swasta secara keseluruhan pada Mei 2013 tercatat 131,547 miliar dolar AS.
Purbaya mengatakan BI dan pemerintah perlu mengedukasi pihak swasta terkait utang luar negeri swasta. "Kalau output-nya menghasilkan rupiah, jangan banyak-banyak pinjam dolar. Kenapa? ada currency miss match. Dia hasilnya rupiah, utangnya dolar," terangnya.
Terkait penguatan rupiah, penerbitan surat utang global (global bond) seperti 10 Juli lalu, menurut Purbaya, layak untuk diteruskan. Pada Rabu (24/7) kemarin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada pada posisi Rp 10.262 dalam kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor).