REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah bertahan di posisi 5,75 persen sejak Februari 2012 silam, suku bunga acuan (BI Rate) akhirnya dinaikkan mulai Juni 2013. Pada bulan keenam tahun kalender itu, Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan BI Rate menjadi 6,00 persen. Sebulan kemudian, suku bunga acuan kembali dinaikkan menjadi 6,50 persen.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Destry Damayanti menjelaskan dari sisi ekonomi makro, siklus bisnis (business cycle) saat ini memang sedang mengarah ke sana. Kenaikan BI Rate merupakan imbas dari adanya tekanan inflasi, khususnya pada harga yang diatur pemerintah (administered price). Faktor kedua adalah laju pertumbuhan kredit yang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan dana.
Faktor ketiga adalah pengaruh perekonomian global yang berujung pada tingginya tekanan terhadap mata uang domestik. "Intinya pada ketiga faktor itu. Secara ekonomi dalam business cycle harus ada perubahan sehingga suku bunga naik," ujar Destry, Ahad (21/7).
Destry menjelaskan pertumbuhan ekonomi yang stabil tinggi harus diperlambat karena dikhawatirkan terjadi overheating (kapasitas ekonomi tidak mampu melebihi pertumbuhan ekonomi). Terlebih inflasi lain, selain inflasi inti (core inflation), cenderung mengalami kenaikan seperti inflasi akibat volatile food dan administered price. Sementara tekanan dari sektor ekspor impor, tergambar dari defisit perdagangan yang semakin tinggi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit neraca perdagangan sebesar 590,4 juta dolar AS pada Mei 2013 saja. Kondisi tersebut mengakibatkan bertambahnya tekanan bagi perekonomian domestik.
Lalu, apa pengaruh kenaikan BI Rate ini kepada suku bunga perbankan? Destry mengatakan selama ini pertumbuhan kredit senantiasa lebih cepat dibandingkan pertumbuhan dana. Imbasnya, Bank harus kreatif mencari dana. Sumbernya bisa berasal dari fee based income (pendapatan operasional nonbunga) atau efisiensi internal. "Akibat lainnya NIM bank pun akan tergerus," kata Destry.
Sebagai catatan NIM (Net Interest Margin) adalah ukuran perbedaan antara bunga pendapatan yang dihasilkan oleh bank atau lembaga keuangan lain dan nilai bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman mereka (misalnya, deposito), relatif terhadap jumlah mereka (bunga produktif) aset.
Terkait pengaruh suku bunga tinggi terhadap sektor usaha kecil dan menengah, Destry menilai dampaknya tidak terlalu terlihat. Terlebih sektor UMKM relatif elastis (resilient) terhadap suku bunga mengingat bank bukan satu-satunya sumber dana UMKM. "Yang paling terkena itu sektor kredit konsumsi dan komersial.