Kamis 18 Jul 2013 14:02 WIB

Bank Mandiri: BI Sesuaikan Kurs untuk Stimulus Ekspor

Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)
Foto: sustainabilityninja.com
Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirut PT Bank Mandiri Tbk Budi Gunadi Sadikin mengatakan Bank Indonesia (BI) melakukan penyesuaian kurs dengan pelemahan rupiah untuk menstimulus ekspor agar kembali bergairah dan dapat membantu pengurangan defisit neraca transaksi berjalan. "BI mulai mencari keseimbangan baru supaya kalau kursnya melemah, ekspornya akan lebih bergairah dan impornya akan lebih tidak bergairah, impor lebih mahal dan ekspornya jadi untung," ujar Budi di sela-sela acara buka puasa bersama wartawan di Jakarta, Rabu (17/7) malam.

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) di laman BI, sejak awal Juli rupiah terus melemah perlahan. Pada 1 Juli 2013 lalu rupiah menunjukkan angka Rp 9.934 hingga pada 15 Juli 2013 rupiah menembus angka di atas Rp 10.000. Kurs rupiah Kamis ini sendiri menunjukkan angka Rp10.059.

"BI ingin menciptakan keseimbangan baru dari ekspor dan impor, sekarang defisit (transaksi berjalan) karena impor kita lebih besar dari ekspor kita. Untuk menyeimbangkan, kursnya pelan-pelan di-adjust oleh BI ke titik keseimbangan baru," ujar Budi.

Menurut Budi, defisit neraca transaksi berjalan memang merupakan salah satu faktor utama penyebab nilai tukar rupiah terus bergejolak. Namun, dengan kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah pada Juni lalu, ia optimistis defisit neraca transaksi berjalan bisa berkurang.

Ia menuturkan, kondisi yang sama pernah terjadi pada 2005 dan 2008, ketika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi maka dalam rentang kurang lebih setahun defisit neraca transaksi berjalan mengalami perbaikan. "Jadi memang pengalaman bangsa indonesia, current account deficit itu disebabkan karena subsidi minyak. Kalau begitu gap antara harga dalam negeri dan di luar negeri jauh dan impor yang masuk banyak terjadi defisit. Defisit ini jika tidak dikontrol, maka nilai tukar rupiah kita akan melemah terus," papar Budi.

Oleh karena itu, lanjutnya, titik keseimbangan baru nilai tukar rupiah yang diupayakan BI diharapkan dapat membantu memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan saat ini sehingga nilai tukar tidak mengalami depresiasi terlalu dalam.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement