Selasa 16 Jul 2013 07:31 WIB

Meski di AS dan Cina Melemah, Harga Minyak di Dunia Naik

Harga Minyak Mentah
Foto: Antara
Harga Minyak Mentah

REPUBLIKA.CO.ID,NEW YORK -- Harga minyak terdorong lebih tinggi pada Senin (Selasa pagi WIB), meskipun data ekonomi di Cina dan Amerika Serikat, dua konsumen minyak mentah terbesar dunia, melemah.

Di New York, harga acuan minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus naik 37 sen menjadi ditutup pada 106,32 dolar AS per barel.

Di perdagangan London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Agustus naik 28 sen menjadi menetap di 109,09 dolar AS. Cina melaporkan bahwa pertumbuhan ekonominya melambat ke kecepatan 7,5 persen pada kuartal April-Juni, turun dari 7,7 persen dalam tiga bulan sebelumnya.

Tingkat pertumbuhan yang lebih lambat terjadi sesuai perkiraan, sehingga menurut para analis tidak begitu berpengaruh terhadap pasar. "Cina juga telah sangat diandalkan untuk mengangkat seluruh dunia keluar dari keterpurukan," analis Gekko Markets Anita Paluch mengatakan kepada AFP.

Meski begitu, Paluch mengatakan, "pertumbuhan yang lebih lambat akan berdampak pada negara-negara yang memiliki hubungan dagang kuat dengan China, seperti Australia, Brazil dan negara-negara kawasan Asia Tenggara."

Harga minyak mentah juga menunjukkan sedikit reaksi terhadap laporan Departemen Perdagangan AS yang menunjukkan penjualan ritel hanya naik 0,4 persen pada Juni, angka yang menyebabkan sejumlah ekonom memangkas perkiraan mereka untuk pertumbuhan ekonomi AS dalam kuartal kedua.

Minyak New York telah melonjak minggu lalu ke tertinggi 15-bulan pada 107,45 dolar AS -- harga yang terakhir dilihat pada akhir Maret 2012 -- setelah Ketua Federal Reserve AS Ben Bernanke berjanji untuk mempertahankan kebijakan stimulus uang longgar bank sentral. Pasar juga mendapat dorongan dari kekhawatiran pasokan terkait dengan gejolak politik di Mesir.

Tetapi analis Citi Futures Timothy Evans mengatakan pasar masih terlihat mahal. Setelah naik 21,6 persen tahun ini dalam harga kontrak WTI, ia mengatakan, "kami melihat pasar semakin relatif `overvalued` terhadap fundamental yang mendasarinya, dengan risiko kemungkinan mengalami valuasi lebih konservatif ke kisaran 82-85 dolar AS untuk WTI dan 90-95 dolar AS untuk Brent selama jangka menengah."

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement