REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memanggil manajemen lima bank yang terlibat sengketa dengan nasabah. Bank-bank yang terkait kasus adalah PT Bank Mega Tbk, PT Bank Jawa Barat dan Banten (BJB) Tbk, PT Bank Mestika Tbk, PT Bank Danamon Tbk dan PT Bank Permata Tbk.
DPR pun turut memanggil Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Bidang Pengawasan Perbankan, Halim Alamsyah.
Kasus Bank Mega dengan Elnusa menyangkut sengketa dana senilai Rp 111 miliar. Selain itu, Bank Mega terkait kasus pembobolan uang milik Pemkab Batubara Sumatera Utara sebesar Rp 80 miliar.
Direktur Utama Bank Mega, Kostaman Thayib, mengatakan perkara pihak-pihak yang terlibat sudah dihukum. Terpidana wajib mengganti pada Elnusa. Negara pun berhak menyita aset-aset terdakwa.
"Bank Mega sangat peduli dengan perlindungan konsumen, kalau ada penipuan di mana nasabah tidak terlibat tentu kami ganti, tapi di sini beda, bahwa semua terlibat dan sudah dihukum. Sudah di-lock di BI (escrow account) yang bisa dicairkan kalau sudah ada keputusan hukum, atau kesepakatan kedua belah pihak," jelas Kostaman dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI, Rabu (10/7).
Untuk kasus Bank Permata, salah seorang karyawan mengadukan jabatannya telah diturunkan dari Bank Permata karena menjadi calon legislatif. "Kami tidak pernah menerima pemberitahuan secara langsung ada karyawan yang jadi caleg dan bank tak melarang karyawan beraktifitas politik," ujar Direktur HRD Bank Permata Indri K.
Hidayat. Sementara itu, untuk kasus Bank Danamon, seorang nasabah bank mengadukan kehilangan dana sejumlah Rp 43,9 juta di rekening Bank Danamon.
Dana tersebut ditransaksikan melalui phone banking pada nasabah lain di rekening Bank Danamon. "Kami menganjurkan nasabah untuk meminta mediasi pada BI. Tapi kami sampai sekarang belum menerima," ujar Direktur Kepatuhan Bank Danamon, Fransisca Oei.
Masalah yang menyangkut BJB adalah penyalahgunaan kredit sebesar Rp 60 miliar. yang diberikan pada 2010. "Semula kredit itu untuk alat peraga skolah tapi berubah jadi untuk pakan ikan. Setelah kredit bermasalah, kami mengetahui bahwa manajemen resiko di BJB belum cukup," ujar Direktur Utama BJB, Bien Subiantoro. Bien mengatakan BJB ketika itu belum memiliki manajemen resiko.
Halim mengatakan BI akan meminta bank melakukan penggantian jika bank yang melakukan kesalahan. Namun jika kesalahan berada di pihak nasabah dan bank, BI akan meneliti kembali.
"Untuk pidana, kita serahkan ke pengadilan. Untuk keperdataan, kami menempuh mediasi," ujar Halim. Dalam mediasi ini, BI hanya bertindak sebagai mediator.