REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengatakan suku bunga kredit perbankan tidak akan otomatis mengalami peningkatan mengikuti kenaikan suku bunga acuan (BI rate) sebab ada masa kontrak yang diberikan bank terhadap debitur. "Suku bunga kredit tidak akan otomatis naik karena biasanya didasarkan kontrak masing-masing dengan debitur," kata Aviliani di Jakarta, Senin (24/6).
Pernyataan Aviliani terkait dengan kemungkinan kenaikan suku bunga perbankan pascapenaikan suku bunga acuan BI sebesar 25 basis poin menjadi enam persen bulan ini. Dia mengatakan, meskipun BI rate telah naik, debitur bisa saja tetap menikmati tingkat bunga kredit lama dalam tiga bulan karena adanya kontrak sejak pengajuan kredit. "Debitur juga akan diberikan pemberitahuan jika bank akan menerapkan tingkat bunga kredit yang telah disesuaikan dengan kenaikan BI rate," katanya.
Lagi pula, kata Aviliani, bank tidak bisa serta-merta menaikkan suku bunga kreditnya karena para debitur, khususnya debitur sektor korporasi, dapat melakukan negosiasi. "Nasabah korporasi bisa memiliki 'bargaining'. Kalau mereka diberikan bunga kredit tinggi, mereka bisa mencari bank lain yang bunga kreditnya lebih rendah," ujarnya.
Lebih jauh Aviliani menilai bank tidak akan mengalami kerugian meskipun tidak menaikkan bunga kredit pascapenaikan BI rate sebab kenaikan BI rate hanya sebesar 25 basis poin. "Kalau naiknya lebih dari 25 basis poin, itu baru akan memberatkan," tambahnya.
Oleh karena itu, Aviliani mengatakan bahwa bank sentral sebaiknya tidak menaikkan BI rate dengan terlalu cepat agar investasi tetap berjalan. "Suku bunga acuan posisi saat ini enam persen sudah cukup. Tidak perlu dinaikkan terlalu tinggi karena nanti investasi tidak jalan," ujarnya.