Rabu 12 Jun 2013 09:53 WIB

Harga Minyak Merosot Setelah OPEC Turunkan Proyeksi Permintaan

Harga minyak merosot (ilustrasi)
Foto: IRAQENERGY.ORG
Harga minyak merosot (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak merosot pada Selasa (11/6) atau Rabu (12/6) pagi WIB, setelah OPEC sedikit menurunkan prospek permintaan global tahun ini dan melaporkan peningkatan produksi pada Mei.

Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli, ditutup pada 95,38 dolar AS per barel, turun 39 sen dari posisi Senin (10/6). Di perdagangan London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Juli, kontrak acuan Eropa, turun 99 sen menjadi menetap di 102,96 dolar AS per barel.

Dalam laporan pasar minyak Juni, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memperkirakan permintaan global 2013 berada di angka 89,65 juta barel per hari, turun tipis dari perkiraan bulan sebelumnya sebesar 89,66 juta barel per hari. "Ini adalah penurunan kecil tetapi dikombinasikan dengan peningkatan dalam produksi barel, yang mendorong harga lebih rendah," kata John Kilduff dari Again Capital.

OPEC, mengutip sumber-sumber sekunder, mengatakan produksi pada Mei rata-rata 30,57 juta barel per hari, naik 106 ribu barel dari April, terutama karena peningkatan dari Arab Saudi. Organisasi kartel minyak ini mengatakan proyeksi permintaan 2013 naik 780 ribu barel per hari dari permintaan 2012, dengan sebagian besar peningkatan karena Cina dan negara-negara lain yang bukan dalam klub negara maju OECD.

Tetapi OPEC memperingatkan perkiraan saat ini tunduk pada revisi turun tidak hanya di OECD, tetapi juga di negara-negara berkembang. "Laporan OPEC ini menggarisbawahi risiko untuk perkiraan jika pertumbuhan ekonomi gagal berbalik naik (rebound) di semester kedua," kata Timothy Evans dari Citi Futures.

"Kekhawatiran utama adalah pasokan fisik berlimpah," tambah Evans.

Harga minyak telah jatuh pada Senin (10/6) menyusul indikator ekonomi lemah di Cina, yang merupakan mesin pertumbuhan dunia. Analis Sucden Kash Kamal yang berbasis di London, mengatakan bahwa data pertumbuhan Cina yang mengecewakan telah memberikan resistensi terhadap kemungkinan kenaikan jangka pendek.

sumber : Antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement