Ahad 09 Jun 2013 12:26 WIB

Ini Penyebab Melambungnya Harga Jengkol

Rep: Rr. Laeny Sulistyawati / Red: Djibril Muhammad
Jengkol (ilustrasi)
Foto: kulinerindo
Jengkol (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indonesia menyatakan naiknya harga jengkol karena belum memasuki masa panen dan adanya pengalihan lahan.

Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Indonesia Srie Agustina mengklarifikasi  harga jengkol memang mengalami kenaikan, tetapi tidak setinggi seperti yang diberitakan. "Sebetulnya harga jengkol tidak sebesar Rp 60 ribu per kilogram," ujarnya saat dihubungi Republika, Ahad (9/6).

Dia menyebutkan, Menteri Perdagangan Indonesia Gita Wirjawan, Kamis (6/6) lalu saat inspeksi mendadak (sidak) di Pasar Baru Bekasi, Jawa Barat mendapati harga jengkol yang semula Rp 8 ribu sampai Rp 10 ribu kini naik menjadi Rp 28 ribu per kilogram.

Dia menyebutkan, ada dua penyebab mengapa harga jengkol naik. "Pertama, kita memang belum memasuki masa panen. Diperkirakan panen jengkol terjadi di Bulan September 2013," ucapnya.

Adapun provinsi yang nantinya mengalami panen jengkol adalah dari Banten, Sumatera Selatan, sampai Lampung, Sumatera. Penyebab kedua, dia melanjutkan, yaitu banyaknya alih fungsi lahan jengkol menjadi kelapa sawit, seperti di Lampung.

Dia menegaskan, kenaikan harga jengkol perlu disikapi, tetapi karena bukan menjadi kebutuhan pokok, maka kenaikannya tidak berpengaruh ke inflasi. Artinya, jengkol hanya menjadi kebutuhan orang-orang tertentu dan jadi kebutuhan marginal.

Menurut dia, jengkol hanya menjadi alternatif konsumsi orang-orang tertentu, misalnya semur jengkol. "Kalau memasuki Bulan September, nanti jengkol sudah ada lagi," ujarnya.

Pihaknya sejauh ini tidak dapat melakukan upaya lebih lanjut untuk menstabilkan harganya. "Kemendag menunggu sampai masa panen tiba, mau impor juga tidak mungkin, karena orang-orang di luar negeri jarang menanam jengkol," kata Srie.

Dia mengimbau supaya masyarakat penyuka jengkol mengurangi porsi makannya. "Lebih baik (beralih) membeli tahu dan tempe yang lebih murah dan berprotein," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement