REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) per April 2013 mengalami defisit 1,62 miliar dolar AS. Rinciannya total ekspor tercatat 14,7 miliar dolar AS, sedangkan impor 16,31 miliar dolar AS.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan defisit NPI tak lepas dari masih tingginya total impor minyak dan gas. "Kebutuhan kita terhadap minyak memang banyak. Di sisi lain, lifiting malah menurun," ujar Suryamin dalam temu pers di kantor pusat BPS, Senin (3/6).
Berdasarkan data BPS, impor migas April 2013 tercatat 3,59 miliar dolar AS (minyak mentah 1,4 miliar dolar AS, hasil minyak 1,97 miliar dolar AS dan gas 223 juta dolar AS). Namun, terdapat penurunan dibandingkan perolehan Maret 2013 senilai 3,9 miliar dolar AS (minyak mentah 1,43 miliar dolar AS, hasil minyak 2,1 miliar dolar AS dan gas 357 juta dolar AS).
Sedangkan dari sisi ekspor, ekspor migas April 2013 sebesar 2,39 miliar dolar AS (minyak mentah 713,9 juta dolar AS, hasil minyak 291,5 juta dolar AS dan gas 1,38 miliar dolar AS). Dibandingkan catatan bulan sebelumnya, terjadi penurunan sebesar 2,92 miliar dolar AS (minyak mentah 914,5 juta dolar AS, hasil minyak 291,5 juta dolar AS dan gas 1,64 miliar dolar AS).
Lebih lanjut, Suryamin mengatakan adanya kenaikan impor barang-barang nonmigas sebesar 15,75 persen dari 10,98 miliar dolar AS menjadi 12,71 miliar dolar AS. Selain itu, total ekspor nonmigas juga mengalami kenaikan dibandingkan Maret 2013 dari 12 miliar dolar AS menjadi 12,3 miliar dolar AS. Secara kumulatif, NPI Januari-April 2013 mengalami defisit 1,85 miliar dolar AS dengan rincian total ekspor 60,11 miliar dolar AS dan impor 61,96 miliar dolar AS.
Suryamin mengatakan adanya krisis perekonomian global membuat harga-harga komoditas belum perbaikan. Dia menggambarkan adanya penurunan harga komoditas yang signifikan pada April dibandingkan Maret lalu seperti kopra dari 536 dolar AS menjadi 523 dolar AS per ton, minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dari 854 dolar AS menjadi 842 dolar AS per metrik ton serta karet dari 297,7 dolar AS menjadi 286,7 dolar AS per ton.
"Jadi, penurunan itu cukup berpengaruh dari sisi value. Mudah-mudahan harga komoditi bisa meningkat," kata Suryamin.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menambahkan defisit NPI disebabkan oleh penurunan volume ekspor pada gas, CPO dan batu bara. Penurunan volume diakibatkan penurunan harga sebagai dampak dari krisis ekonomi global yang belum mereda. "Kalau ketiganya turun signifikan, akibatnya volume dan nilai ekspor kita turun," ujarnya.
Ekspor gas mengalami penurunan dari 1,64 miliar dolar AS menjadi 1,38 miliar dolar AS dan ekspor bahan bakar mineral termasuk batubara dari 2,3 miliar dolar AS menjadi 2,19 miliar dolar AS. Akan tetapi penurunan CPO dapat ditutupi komoditas lain sehingga ekspor lemak dan minyak hewan/nabati meningkat dari 1,2 miliar dolar AS menjadi 1,4 miliar dolar AS.