Sabtu 01 Jun 2013 14:00 WIB

Bantuan Langsung Dinilai tak Relevan dengan Kenaikan BBM

Rep: Ira Sasmita/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Seorang lansia menerima bantuan langsung tunai (BLT).
Foto: Antara/Eric Ireng
Seorang lansia menerima bantuan langsung tunai (BLT).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dinilai  tidak harus selalu disandingkan dengan kompensasi berbentuk bantuan langsung.

"Kenapa harus selalu disandingkan?. Tidak ada hubungannya antara kenaikan BBM dengan bantuan langsung," kata Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati dalam diskusi di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (1/6).

Melindungi masyarakat miskin, menurut Enny adalah kewajiban negara. Bntuan langsung dengan tujuan agar dampak kenaikan BBM tidak memberatkan masyarakat dianggap hanya solusi jangka pendek. Sementara, ia berujar, dampak kenaikan BBM tidak mungkin berlangsung sesaat.

Pemerintah, lanjutnya, seharunya menyalurkan dana yang diasumsikan untuk bantuan langsung kepada program pengentasan kemiskinan.

Efek bantuan itu tidak hanya berlangsung sementara, tetapi menguatkan ekonomi masyarakat miskin. Apalagi dana yang dikucurkan untuk bantuan sementara relatif besar yakni Rp 11,6 triliun.

Enny memandang bantuan untuk 15 juta warga dikategorikan miskin tersebut bisa dialihkan pemerintah pada kebijakan yang lebih komprehensif. Bukan pada kebijakan yang sifatnya instant.

"BLSM (bantuan langsung sementara masyafrakat) kalau disebar jadinya seperti gerimis saja. Tidak ada bekasnya," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement