Rabu 15 May 2013 11:23 WIB

Izin Impor Gula di Perbatasan Harus Diberikan ke Pengusaha Setempat

Rep: Ichsan Emrald Alamsyah/Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Nidia Zuraya
Gula impor
Foto: Antara
Gula impor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persoalan gula perbatasan dinilai hingga kapanpun belum bisa terselesaikan. Khususnya jika kebijakan yang ditetapkan pemerintah tidak tepat dan sejalan dengan kondisi teknis di lapangan.

Kadin Indonesia meminta pemerintah untuk mencermati kembali aturan yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan terkait tata niaga dan aturan impor gula di kawasan perbatasan. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pembangunan Kawasan Perbatasan, Endang Kesumayadi, menyatakan pada dasarnya Kadin mendukung respon pemerintah. Namun, ia memandang aturan yang ditetapkan ternyata  berlainan dengan teknisnya di lapangan.

Menurut Endang, penunjukkan tiga perusahaan importir gula dari Pulau Jawa kurang tepat karena tetap saja akan terkendala dengan biaya angkut. Secara matematis dan logika, tutur dia, gula yang didatangkan dari Jawa tidak mungkin bisa bersaing karena besarnya biaya angkutan. Infrastruktur dan konektivitas nasional belum mendukung.

Lebih jauh Endang memaparkan, biaya angkut dari Jawa ke Pontianak diperkirakan Rp 1.000- Rp 2.000 per kilogram. Kemudian, biaya angkut itu bertambah dari Pontianak ke daerah-daerah perbatasan dengan biaya yang sama, sehingga besarannya menjadi dua kali lebih besar dan harga gula dari Jawa menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan gula dari Malaysia.

Sementara itu, Endang menyebutkan bahwa gula yang masuk ke perbatasan dari Malaysia mencapai 500 ton per harinya. “Setiap bulannya bisa mencapai 15 ribu ton” ucap dia dalam siaran pers yang diterima ROL, Rabu (15/4).

Sebelumnya, kata Endang, Kadin telah melakukan diskusi dengan Asosiasi Pengusaha Pedagang Perbatasan Indonesia (AP3I) dan bersepakat agar perdagangan yang dilakukan antara Indonesia-Malaysia menjadi legal, sehingga negara bisa diuntungkan dengan tarif bea masuk yang diperkirakan mendatangkan pemasukan sebesar 10 persen.

“Izin impor yang diajukan itu memang untuk menghilangkan gula ilegal yang terjadi selama ini, sehingga bisa memberikan devisa bagi negara. Disamping itu dengan izin impor itu bisa menjadi bukti pemberian pengayoman kepada dunia usaha daerah untuk tidak melawan hukum,” paparnya.

Pihaknya berharap, Kementerian Perdagangan bisa memberikan izin impor kepada pengusaha setempat untuk pemberdayaan pengusaha daerah sebagai pelaku ekonomi kawasan perbatasan, bukan kepada pengusaha di Jawa atau wilayah lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement